Trending

Usulan Kontraproduktif Trump Soal Gaza Di Tengah Derita Palestina - Beritaja

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
tindakan semacam itu bakal menghalang terwujudnya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat sebagaimana dicita-citakan oleh Solusi Dua Negara berasas perbatasan 1967

Jakarta (BERITAJA) - Bila seorang Presiden Amerika Serikat menyatakan bakal mengambil alih Jalur Gaza dan menyamakan wilayah kantung Palestina tersebut sebagai Riviera di Timur Tengah, maka itu seperti menyaksikan plot movie satir politik Hollywood.

Namun, perihal tersebut betul-betul dikemukakan oleh Donald Trump, yang menyatakan itu saat melakukan konvensi pers berbareng dengan kepala otoritas Israel Benjamin Netanyahu, yang tengah mengunjungi AS pada Selasa (4/2).

Riviera itu sendiri adalah istilah untuk wilayah area tepi pantai Mediterania yang mempunyai suasana yang moderat dengan langit biru yang bagus serta lautan yang luas dan memukau, baik di wilayah Prancis (French Riviera), ataupun Italia (Italian Riviera).

Sebagai seorang yang banyak bergulat di sektor properti, Trump seperti memandang pengembangan real estat sebagai solusi yang jitu untuk beragam persoalan di tingkat global.

Dengan menguasai Gaza --dan tentu saja untuk mengembangkan area tepi pantai ala Riviera di wilayah yang sebelumnya telah dibombardir oleh peledak Zionis Israel--, Trump menyatakan bahwa pihaknya berencana untuk "melucuti semua peledak aktif rawan dan senjata-senjata lainnya, meratakan wilayah itu, dan membersihkan gedung-gedung yang hancur".

Trump juga membayangkan bahwa masyarakat bumi bakal tinggal di Gaza sehingga area tersebut bakal menjadi sebuah "tempat internasional yang luar biasa" sehingga seluruh perwakilan dari seluruh bumi bakal tinggal di sana. Dengan logika seperti itu, maka sama saja Trump juga mengundang "perwakilan" dari Israel untuk membangun pemukiman di sana, yang sudah jelas merupakan pelanggaran dari keputusan internasional dan dikecam baik oleh PBB maupun banyak negara.

Dalam sejumlah kesempatan sebelumnya, Trump juga sangat pe-de bahwa Yordania dan Mesir bakal menerima relokasi penduduk Palestina dari Gaza, padahal spoiler, usulan Trump, telah ditolak mentah-mentah oleh kedua negara tersebut. Dengan mengusulkan "pengosongan" Gaza itu, maka tidak heran jika ada yang menuding langkah tersebut sama saja dengan merencanakan "pembersihan etnis".

Baca juga: AS bakal ambil alih Jalur Gaza, kata Trump

Selain pendapat proyek properti untuk pengembangan area pantai di Gaza, Trump memang telah lama dikenal dengan kontroversi mengenai dengan bentrok Palestina-Israel. Biasanya, pendekatan terhadap bentrok itu "dibungkus" dengan konsep menciptakan kesempatan ekonomi bagi penduduk Palestina, yang dapat melibatkan infrastruktur, investasi, dan beragam potensi proyek pembangunan.

Namun, jika menyangkut rencana spesifik seperti pembangunan seperti area tepi laut alias tepi pantai di Gaza, tentu saja perihal tersebut mesti betul-betul peka terhadap kompleksitas politik dan kemanusiaan di wilayah tersebut. Harus diingat bahwa hingga awal Februari ini, otoritas Gaza telah mengatakan bahwa sedikitnya 61.709 penduduk Palestina telah tewas akibat perang genosida Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.

Kepala Kantor Media Pemerintah Gaza dalam konvensi pers di Kota Gaza, Ahad (2/2), menyatakan bahwa dari jumlah tersebut, hanya 47.487 jenazah yang sukses dievakuasi ke rumah sakit, sementara 14.222 lainnya tetap tertimbun di bawah reruntuhan. Terungkap pula bahwa dari korban tewas termasuk pula 17.881 anak-anak, di antaranya 214 bayi yang baru lahir.

Menurut pejabat tersebut, setidaknya 1.155 tenaga medis, 205 jurnalis, dan 194 petugas pertahanan sipil juga tewas dalam serangan Israel yang turut merusak lebih dari 450.000 unit rumah. Sedangkan lebih dari 2 juta penduduk Palestina dipaksa mengungsi, dengan banyak di antaranya mesti beranjak lebih dari 25 kali di tengah ketiadaan jasa dasar untuk kehidupan sehari-hari.

Dengan banyak negara yang mengecam langkah pembantaian penduduk Palestina tersebut, maka jika ada kebijakan yang bakal membuka Gaza untuk dijadikan pemukiman tidak hanya bagi penduduk Palestina tetapi juga bagi penduduk negara lain, termasuk Israel, bakal menjadi langkah yang sangat sensitif baik dari segi kompleksitas politik maupun dari aspek kemanusiaan masyarakat Palestina.

Dalam perihal sensitivitas politik, perlu diingat bahwa Jalur Gaza telah menjadi jantung bentrok Israel-Palestina selama beberapa dekade. Setiap rencana yang melibatkan penduduk Israel untuk menetap di Gaza dapat dilihat sebagai pelanggaran signifikan terhadap kewenangan dan kedaulatan Palestina.

Gaza adalah dan mesti selalu menjadi bagian dari negara Palestina di masa depan, sehingga jika ada izin agar penduduk Israel untuk menetap di sana bakal merupakan langkah yang berpotensi memperburuk konflik. Belum lagi telah diketahui bahwa aktivitas permukiman Israel di Tepi Barat telah banyak dikritik secara internasional dan merupakan kebijakan yang ilegal.

Baca juga: China tolak usulan pemindahan penduduk Palestina dari Gaza

Baca juga: Mesir, Palestina telaah pemulihan Gaza tanpa relokasi penduduk Palestina

Tantangan kemanusiaan ekstrem

Penduduk Gaza saat ini juga menghadapi tantangan kemanusiaan yang ekstrem, termasuk kepadatan masyarakat terutama di area pengungsian, terbatasnya akses terhadap sumber daya, dan blokade yang sedang berlangsung. Memperkenalkan rencana pemukiman berskala besar dengan partisipasi internasional dipastikan bakal memperburuk persoalan ini.

Gaza sudah berada di bawah tekanan besar dalam perihal sumber daya seperti air, listrik, dan jasa kesehatan. Pembangunan yang lebih besar dengan mengakibatkan banyak "warga internasional" untuk menetap di sana, dapat semakin membebani sumber daya yang terbatas ini, sehingga mempersulit kehidupan masyarakat lokal.

Mengingat sejpetunjuk kekerasan dan bentrok di area ini, kehadiran beragam negara --termasuk Israel— dapat meningkatkan ketegangan dan menciptakan lebih banyak tantangan keamanan. Kekerasan antar golongan dapat meningkat, terutama mengingat situasi keamanan di area yang rentan itu.

Setiap rencana pemukiman internasional di Gaza dapat dianggap mengabaikan perspektif Arab yang lebih luas mengenai hak-hak Palestina, sehingga semakin memperumit hubungan yang sudah tegang antara Israel dan banyak negara Arab. Dengan kata lain, rencana pemukiman yang membuka Gaza bagi penduduk negara asing (terutama penduduk Israel) dapat memicu kecaman luas secara dunia dan ketegangan diplomatik.

Singkatnya, meskipun pendapat membuka Gaza untuk pemukiman oleh beragam negara mungkin bermaksud merangsang pertumbuhan ekonomi alias upaya pembangunan perdamaian, perihal ini bakal dipandang sangat kontroversial dan dapat mengobarkan ketegangan lebih lanjut daripada menyelesaikannya.

Implikasi politik, keamanan, dan kemanusiaan bakal sangat kompleks, dan rencana tersebut mungkin perlu dipertimbangkan secara hati-hati dengan kerja sama dengan semua pihak yang terlibat, dengan memastikan prioritas untuk kewenangan dan kebutuhan masyarakat Palestina.

Rencana Trump mengenai Gaza ini sudah menuai banyak kritik baik dari beragam tokoh maupun kalangan penduduk di beragam negara. Indonesia, misalnya, dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu RI) telah mengutuk keras segala upaya maupun wacana apapun untuk secara paksa merelokasi penduduk Palestina dari tanah airnya ataupun mengubah komposisi demografis wilayah Palestina yang diduduki Israel.

Kemlu RI dalam pernyataannya menegaskan bahwa tindakan semacam itu bakal menghalang terwujudnya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat sebagaimana dicita-citakan oleh Solusi Dua Negara berasas perbatasan 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Indonesia terus menyerukan kepada organisasi internasional untuk memastikan norma internasional senantiasa dipatuhi mengenai rumor Palestina, serta kewenangan rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri serta kewenangan dasar mereka untuk kembali ke tanah air mereka juga mesti dijamin.

Indonesia kembali menegaskan bahwa satu-satunya jalan yang layak bagi mewujudkan perdamaian kekal di wilayah Palestina serta area Timur Tengah adalah dengan menyelesaikan akar penyebab konflik, ialah pendudukan terlarangan dan berkepanjangan yang dilakukan Israel atas wilayah Palestina.

Selain Yordania dan Mesir yang telah menolak mentah-mentah usulan pemindahan penduduk Gaza ke wilayah mereka, sejumlah negara di benua Eropa termasuk Inggris, Prancis, dan Jerman, dengan tegas menolak usulan yang telah dikemukakan Trump mengenai dengan Gaza.

Trump sendiri dalam konvensi persnya menyatakan pula bahwa "Anda mesti belajar dari sejpetunjuk. Sejpetunjuk seperti yang Anda tahu tidak mampumembiarkan perihal ini terus terulang, kita punya kesempatan untuk melakukan sesuatu yang mampudilakukan secara fenomenal".

Daripada berpikir seperti developer yang bakal membangun area pantai Gaza di tengah penderitaan rakyat Palestina, ada baiknya Trump merenung mengenai miliaran alias apalagi triliunan dolar AS dalam corak persenjataan yang telah dikirim AS ke Israel, yang selama bertahun-tahun dipergunakan oleh rezim Zionis itu antara lain untuk menghabisi banyak jiwa di Gaza. Bayangkan alangkah fenomenalnya jika AS menghentikan support yang berkontribusi kepada tindakan Israel dalam melakukan pembantaian masyarakat Palestina itu!

Baca juga: Hamas tolak tegas usulan Trump pindahkan penduduk Palestina dari Gaza

Baca juga: AS usul kontrol Gaza, Australia tegaskan dukung solusi dua negara

Baca juga: Negara-negara Arab kembali tolak rencana Trump merelokasi penduduk Gaza

Copyright © BERITAJA 2025




anda berada diakhir artikel berita dengan judul:

"Usulan Kontraproduktif Trump Soal Gaza Di Tengah Derita Palestina - Beritaja"






Silakan baca konten menarik lainnya dari Beritaja.com di Google News dan Whatsapp Channel!