Jenewa (BERITAJA) - Dunia menyaksikan krisis pengungsian terbesar dalam sejpetunjuk modern ketika perang kerabat Suriah memaksa jutaan warganya terusir, meninggalkan kampung halamannya selama 14 tahun terakhir.
Kini, setelah rezim Bashar Al-Assad runtuh, banyak penduduk mulai kembali ke rumah mereka, antre panjang di perbatasan, alias tiba melalui beberapa airport yang tetap beraksi di negara tersebut.
Meski ada angan yang tumbuh, badan pengungsi PBB (UNHCR) tetap cemas terhadap tantangan yang dihadapi, mulai dari akibat keamanan hingga prasarana yang hancur.
Juru bicara UNHCR, William Spindler, dalam wawancara dengan Anadolu menyatakan bahwa meskipun ada kemajuan, situasinya tetap tidak stabil.
Suriah saat ini tetap menangani setidaknya 7,7 juta pengungsi di dalam negeri dan lebih dari 6 juta pengungsi di negara-negara tetangga.
Meski lebih dari 125.000 pengungsi telah kembali sejak runtuhnya rezim Assad, banyak yang tetap enggan pulang lantaran kekerasan terus berlanjut, minimnya jasa dasar, dan kesulitan ekonomi.
"Orang-orang menunggu untuk memandang gimana situasi ini berkembang," ujar Spindler. "Ada banyak kemajuan lantaran situasinya semakin stabil, tetapi belum sepenuhnya stabil di seluruh wilayah".
Keamanan tetap menjadi perhatian utama, begitu pula dengan kerusakan ppetunjuk pada prasarana negara, termasuk sistem air bersih dan sanitasi, perumahan, sekolah, serta rumah sakit yang hancur akibat perang.
"Peristiwa baru-baru ini ...mampu menjadi kesempatan untuk mengakhiri krisis pengungsian besar ini, asalkan kondisi di dalam Suriah memungkinkan orang untuk kembali dengan aman, bermartabat, dan berkelanjutan. Kami tidak mau orang kembali hanya untuk menjadi pengungsi lagi," tambah Spindler.
Kebutuhan keamanan dan stabilitas
Spindler menegaskan bahwa agar kepulangan penduduk Suriah berhasil, Suriah sendiri mesti memastikan keamanan dan keberlanjutan.
Banyak pengungsi saat ini kembali sementara untuk menilai situasi, hanya untuk menemukan rumah mereka hancur, menghadapi masalah norma mengenai properti, serta akses terbatas terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan jasa kesehatan.
"Itulah kenapa sangat krusial untuk membantu transisi menuju Suriah yang stabil," kata Spindler.
"Komunitas internasional perlu membantu mengaktifkan kembali ekonomi, menciptakan kondisi bagi kepulangan yang berkepanjangan sehingga ketika orang kembali, merekamampu tinggal dengan akses terhadap mata pencaharian, tempat tinggal, dan jasa dasar."
Seruan penghapusan hukuman ekonomi
Spindler juga menyerukan upaya internasional untuk menghidupkan kembali ekonomi Suriah dan memulihkan jasa penting.
Ia mendesak penghapusan hukuman ekonomi yang dinilainya memperburuk penderitaan penduduk sipil dan menghalang upaya rekonstruksi.
"Sanksi diberlakukan oleh pemerintah lantaran sifat rezim sebelumnya; (sekarang) rezim itu tidak lagi ada. Jadi tidak ada argumen untuk mempertahankan sanksi," katanya, menegaskan kembali seruan PBB untuk mencabut hukuman yang terus menghalang pemulihan ekonomi.
"Jika kita semua, terutama penduduk Suriah, mau mereka kembali, kita perlu menciptakan kondisi ekonomi yang sesuai dan mendukung kepulangan tersebut," tambahnya.
"Karena itu, krusial untuk menghidupkan kembali ekonomi dan menyediakan layanan."
Meski ada angan yang berkembang untuk mengakhiri krisis pengungsian, Spindler menegaskan posisi UNHCR yang menentang pengembalian paksa. Ia menekankan bahwa pemulangan mesti tetap berkarakter sukarela.
"Posisi UNHCR adalah bahwa lantaran kondisi belum siap, tidak boleh ada paksaan untuk kembali ke Suriah," ujar Spindler.
"Warga Suriah mesti diberi waktu dan ruang untuk membikin keputusan yang tepat kapan mesti kembali, tanpa tekanan."
Menurut dia, tidak ada penduduk Suriah yang boleh dipulangkan secara paksa selama kondisi tetap tidak stabil. Dia menyebut bahwa lembaganya bekerja dengan negara-negara tuan rumah untuk memastikan pemulangan dilakukan secara sukarela dan menghormati martabat manusia.
"Kami mengimbau kehati-hatian dan kesabaran," katanya kepada negara-negara tuan rumah.
Menurut Spindler, berasas tren historis, "sebagian besar pengungsi" pada akhirnya bakal memilih untuk kembali.
Perlu Rp5 triliun untuk semester awal 2025
Dalam menghadapi tekanan internasional untuk menangani krisis Suriah yang sedang berlangsung, Spindler menyoroti pentingnya respons dunia yang terkoordinasi untuk menangani kebutuhan mendesak dan penyelesaian jangka panjang atas masalah pengungsian.
UNHCR sedang mencari biaya sebesar 310 juta dolar AS (sekitar Rp 5triliun) untuk mendukung upaya membantu pengungsi Suriah dan yang kembali ke negara itu selama enam bulan pertama 2025.
Permohonan ini mencakup support bagi 200.000 personil masyarakat yang bakal menampung para pengungsi yang kembali, serta pengungsi internal (IDP).
Badan ini memperkirakan hingga 1 juta pengungsi bakal kembali antara Januari dan Juni 2025, disertai lebih dari 2 juta IDP yang kembali, serta lebih dari 1 juta pengungsi internal yang kembali pada periode yang sama.
UNHCR juga menyoroti bahwa lebih dari 16 juta orang, alias 90 persen masyarakat Suriah, saat ini hidup di bawah garis kemiskinan dan berjuntai pada support kemanusiaan untuk memperkuat hidup.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Surat dari Timur Tengah: hidup dalam realitas baru dan asing di Suriah
:
Editor: Mahfud Bayu Prasetyo
Copyright © BERITAJA 2025
Most Views:
- 100 Bahasa banjar Serta Artinya yang Sering digunakan Dalam Percakapan Sehari-hari - Beritaja
- Lengkap, 20 Pantun Bahasa Banjar dan Artinya Serta Makna Yang Terkandung
- Amalan Cepat Kaya, Rejeki tak di Sangka -sangka dari Abah Guru Sekumpul dibaca tiap Hari Jumat
- 10 Tanda Baca dalam Alquran
- Lengkap A-Z, Rekomendasi Nama Nama Bayi Laki Laki Islami dan Artinya
- Lengkap! A-Z, Nama Nama Bayi Perempuan Islami dan Artinya
- Rekomendasi Tempat Wisata Terbaik di Kalimantan Selatan