teknologi insinerator nan paling tepat lantaran sampah bakal lenyap dibakar, baik sampah organik maupun anorganik
Jakarta (BERITAJA.COM) - Teknologi pengolahan sampah menjadi bahan bakar atau refuse derived fuel (RFD) dinilai tidak tepat untuk Jakarta lantaran dalam pengaplikasiannya masih banyak kekurangan dan kelemahan, kata pemerhati masalah persampahan Widi Pancono.
"Jangan sampai sampah ini menjadi masalah tanpa usai dan terlalu lama kita hanya berkutat pada debat-debat tak berujung tentang metode pengolahan sampah," kata Widi nan juga Ketua Umum Kopetindo (Koperasi Energi Terbarukan Indonesia) ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Padahal, katanya sudah tersedia metode alias langkah nan baik dan efektif untuk mengatasinya sehingga jangan sampai masyarakat menanggung beban pencemaran sampah lebih lama lagi.
Apalagi, kata Widi, pemerintah sudah berkomitmen untuk menghentikan pembangunan TPA alias Tempat Pembuangan Akhir sampah pada tahun 2030.
Ia mengatakan, sampah memang tetap menjadi masalah besar di sejumlah kota besar di Indonesia, terutama kota-kota besar di Jawa. "Khusus untuk Jakarta nan setiap hari menghasilkan 8.000 sampai 8.5000 ton sampah, kudu menjadi perhatian serius. Perlu ada penanganan dan teknologi tepat untuk mengatasinya," kata Widi.
Dia mengatakan setiap kota mempunyai karakter sendiri, jadi solusi penyelesaian masalah sampah di masing-masing kota juga berbeda. Jangan sekadar mengolah sampah tanpa memahami karakter tersebut dan jangan sampai sembarangan menerapkan langkah pengolahan sampah.
Untuk kota metropolitan dengan jumlah sampah nan sangat besar dan lahan terbatas, maka mengolah sampah untuk menghasilkan daya listrik, jelas lebih sesuai.
Widi mengatakan RDF merupakan teknologi pengolahan sampah melalui proses homogenizers menjadi ukuran nan lebih mini melalui pencacahan sampah alias dibentuk menjadi pelet.
Hasilnya bakal dimanfaatkan sebagai sumber daya terbarukan dalam proses pembakaran recovering batu bara untuk pembangkit tenaga listrik.
Namun teknologi RDF, kata Widi, tidak tepat diterapkan di Jakarta. Di Jakarta, teknologi insinerator nan paling tepat lantaran sampah bakal lenyap dibakar, baik sampah organik maupun anorganik.
“Yang pasti, sampahnya kudu musnah. Ini nan terpenting. Dan juga kudu bisa menghasilkan daya listrik terbarukan sehingga dapat menambah bauran daya listrik terbarukan di sistem pembangkitan PLN. Metode insinerator dapat melakukan itu dengan baik,” katanya.
Sejumlah negara seperti Singapura, Jepang, Korsel, dan beberapa negara di Eropa sudah menggunakan teknologi insinerator dan terbukti sangat efektif.
Dikatakan sudah saatnya pemerintah serius menangani masalah sampah apalagi sudah ada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Berita lain dengan Judul: DLH DKI perkiraan biaya akomodasi produksi RDF di Rorotan Rp1 triliun
Berita lain dengan Judul: Mengulik produksi batu bara "hijau" di TPST Bantargebang
Berita lain dengan Judul: DLH DKI bidik lahan di Rorotan olah sampah jadi RDF
COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023