Saya berambisi agar ke depannya tidak ditemukan lagi polemik berupa perbedaan data
Jakarta (BERITAJA.COM) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa meminta Forum Masyarakat Statistik (FMS) mengawal Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mempercepat penyelesaian revisi Undang-Undang (UU) Statistik.
Penyusunan Rancangan UU (RUU) ditargetkan selesai pada tahun 2023.
“Saya berambisi agar ke depannya tidak ditemukan lagi polemik berupa perbedaan data, seperti perbedaan info pada produksi beras dan metodologi kalkulasi kemiskinan,” kata dia saat menerima audiensi FMS, dikutip dari akun resmi IG @suharsomonoarfa, Jakarta, Kamis.
Berita lain dengan Judul: BPS usulkan bagi-pakai info Regsosek dilakukan secara otomatis
Dalam kesempatan tersebut, dia menyampaikan sejumlah hal, antara lain meminta FMS mengawal BPS untuk memperjelas perbedaan antara statistik dasar dan statistik sektoral.
Suharso juga menekankan urgensi penegasan pada statistik sektoral nan menjadi tugas Kementerian/Lembaga dengan BPS sebagai pembina data.
“Dengan beberapa persoalan dan rumor statistik, FMS perlu mengeluarkan rekomendasi nan bakal ditindaklanjuti BPS sesuai dengan petunjuk Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik Pasal 29 Ayat 1,” ungkapnya.
Ada sejumlah rumor dalam bagian statistik nan disampaikan oleh Menteri Bappenas. Pertama, terdapat permintaan untuk menambah pertanyaan dalam cakupan bagian pekerjaan dalam survei angkatan kerja nasional.
Kedua, dibutuhkan integrasi antara sistem Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) nan dibangun oleh Bappenas berjulukan SEPAKAT (Sistem Perencanaan, Penganggaran, Pemantauan, Evaluasi dan Analisis Kemiskinan Terpadu) dengan platform digital info Regsosek nan dibangun oleh BPS. Upaya tersebut bermaksud guna pemanfaatan info untuk kebijakan, serta membangun kerjasama Regsosek dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem.
Ketiga, lanjut dia, adanya perbedaan konsep kemiskinan antara info BPS dengan World Bank, di mana metode penghitungan garis kemiskinan antara BPS dengan World Bank memakai pedoman kalkulasi nan berbeda.
“World Bank menggunakan Purchasing Power Parity (PPP) 2017, di mana garis kemiskinan di bawah 2,15 dolar AS PPP, sedangkan BPS menggunakan PPP 2011 dengan garis kemiskinan di bawah 1,90 dolar AS PPP,” ucap Suharso.
Terakhir, terdapat permintaan agar IRIO (Implementation of Inter-Regional Input-Output) dapat disusun oleh BPS secara periodik sebagai pedoman perencanaan pembangunan daerah.
Berita lain dengan Judul: Menpan-RB mau BPS temui setiap kepala wilayah telaah tata kelola data
M Baqir Idrus Alatas
COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023