Jakarta (BERITAJA) - “Mendayung di antara dua karang” adalah istilah yang dipakai mantan wakil presiden RI Mohammad Hatta untuk mendeskripsikan posisi Indonesia dalam politik dunia yang kemudian menjadi dasar politik luar negeri Indonesia ialah politik bebas aktif.
Menurut M Sabir pada kitab berjudul “Politik Bebas Aktif”, bebas aktif merujuk pada pendekatan diplomasi yang mendorong negara untuk menjaga kedaulatan, kebebasan, dan kepentingan nasionalnya dengan tetap menjalin kerja sama dan kemitraan beragam negara tanpa mengambil sikap ekstrem alias mengikuti salah satu blok kekuatan.
Implementasi politik bebas aktif melibatkan diplomasi bilateral dan multilateral yang aktif, penolakan terhadap intervensi asing, serta berkedudukan dalam upaya perdamaian dan pengembangan dunia sehingga politik bebas aktif tetap menjadi prinsip yang relevan dalam bumi geopolitik yang terus berubah.
Salah satu penerapan politik bebas aktif itu adalah saat Indonesia menyatakan secara resmi mau berasosiasi dengan blok BRICS tidak lama setelah Prabowo Subianto dilantik menjadi Presiden RI pada 20 Oktober 2024, yang kemudian resmi berasosiasi sebagai personil pada Januari 2025.
Menteri Luar Negeri RI Sugiono menyatakan bahwa bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan bukti Indonesia berperan-serta aktif di semua forum internasional.
Indonesia tidak berambisi untuk berasosiasi dengan blok alias pakta militer manapun lantaran secara tradisi maupun konstitusi tidak cocok dengan kepentingan nasional Indonesia.
Selain berasosiasi dengan BRICS, Indonesia juga sedang dalam proses aksesi ke Organisasi Kerja Sama Pembangunan dan Ekonomi (OECD).
Wakil Menteri Luar Negeri RI Armanatha Nasir menambahkan bahwa keputusan Indonesia untuk berasosiasi ke OECD dan BRICS merupakan upaya untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas global.
Selain berasosiasi dengan BRICS dan OECD, Indonesia juga bakal terus berkedudukan aktif dalam blok multilateral lainnya seperti G20, Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik untuk Kemakmuran (IPEF), MIKTA dan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP).
Diplomasi Pancasila
Selain menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia juga bakal mulai melaksanakan diplomasi berasas nilai-nilai Pancasila, ialah solidaritas, kerja sama dan kesetaraan.
Dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) 2025, Menlu Sugiono menegaskan bahwa diplomasi dan kepemimpinan Indonesia dalam menjalankan peran strategis di panggung internasional bakal berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila.
Diplomasi tersebut tidak hanya responsif terhadap krisis, namun juga mesti berkarakter antisipatif, progresif, serta mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, keberpihakan pada kesejahteraan rakyat, dan keadilan bagi semuanya.
Hal itu dapat diwujudkan melalui pendekatan visioner yang tidak hanya menanggapi tantangan tetapi juga turut berkedudukan sebagai kekuatan positif dalam membentuk dinamika global.
Prinsip dalam perdamaian dan persatuan ialah solidaritas, kerja sama dan kesetaraan yang ada di dalam sistem internasional itu mirip dengan prinsip dan nilai Pancasila.
Fokus Indonesia ke depan adalah mendorong kembali prinsip dan nilai Pancasila ke dalam konteks internasional dan mendorong untuk melakukan proses reformasi dengan terlibat aktif di PBB, G20, OECD, BRICS dan organisasi internasional lainnya.
Indonesia juga bakal mulai memasukkan prinsip-prinsip diplomasi Pancasila dalam beragam formula dengan angan prinsip Pancasila itumampu menjadi bagian yang krusial dalam proses perubahan sistem internasional.
Sementara itu, menurut mantan diplomat RI Darmansyah Djumala, ke depannya Kemlu RI dapat memfokuskan diplomasi Pancasila pada isu-isu yang bermuatan nilai kemanusiaan, gotong royong dan musyawpetunjuk.
Komitmen diplomasi Pancasila sudah merupakan keniscayaan dalam penyelenggaraan kebijakan luar negeri Indonesia ke depan.
Darmansjah mengpenghargaan atas komitmen Kemlu RI untuk melaksanakan diplomasi yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila lantaran merupakan pengejawantahan dari visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Darmansjah yang menjabat sebagai Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri ini menilai diplomasi Pancasila yang bakal dilakukan Kemlu RI tepat waktu.
Hal itu berangkaian dengan penganugerahan status Memory of the World oleh PBB UNESCO untuk pidato Bung Karno di PBB, New York, 30 September 1960, yang berjudul “To Build the World Anew.”
Naskah pidato itu terbuka untuk digunakan para peneliti, akademisi, dan praktisi mancanegara dalam mempelajari Pancasila sebagai disiplin pengetahuan makulat dan politik.
Pidato tersebut berisi pikiran Bung Karno yang terkandung dalam Pancasila yang relevan untuk menyelesaikan bentrok dunia.
Penganugerahan Memory of the World untuk pidato Pancasila tersebut menunjukkan bahwa PBB menilai Pancasila mengandung nilai-nilai universal dalam memecahkan isu-isu global.
Pengakuan terhadap pidato Bung Karno tentang Pancasila di PBB itu membuka ruang bagi diplomasi Indonesia untuk memperkenalkan Pancasila ke bumi internasional.
Diplomasi Indonesia bakal terus dipetunjukkan untuk mendukung pencapaian visi besar Asta Cita yang dilakukan dengan memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan prinsip politik luar negeri bebas aktif.
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Indonesia bakal menjaga marwah politik luar negeri bebas aktif dan memastikan kedaulatan bangsa dihormati di mata dunia.
Editor: Deborah
Copyright © BERITAJA 2025
Most Views:
- 100 Bahasa banjar Serta Artinya yang Sering digunakan Dalam Percakapan Sehari-hari - Beritaja
- Lengkap, 20 Pantun Bahasa Banjar dan Artinya Serta Makna Yang Terkandung
- Amalan Cepat Kaya, Rejeki tak di Sangka -sangka dari Abah Guru Sekumpul dibaca tiap Hari Jumat
- 10 Tanda Baca dalam Alquran
- Lengkap A-Z, Rekomendasi Nama Nama Bayi Laki Laki Islami dan Artinya
- Lengkap! A-Z, Nama Nama Bayi Perempuan Islami dan Artinya
- Rekomendasi Tempat Wisata Terbaik di Kalimantan Selatan