Pengamat : Perlu Kajian Holistik Penggunaan Sistem E-voting - Beritaja
Malang, Jawa Timur (BERITAJA) - Pengamat Politik dan Kebijakan dari Universitas Brawijaya Andhyka Muttaqin menyatakan perlu ada kajian secara holistik terhadap penggunaan sistem e-voting pada pemilihan umum (pemilu) di 2029.
Andhyka di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis, memandang ada empat unsur yang mesti ditelaah lebih jauh oleh pemerintah, DPR, hingga lembaga penyelenggara pemilu sebelum sistem pemungutan suara berbasis digital diterapkan.
"Pelaksanaan e-voting di Indonesia tetap perlu kajian mendalam sebelum diterapkan secara nasional. Ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan, seperti prasarana dan kesiapan teknologi," kata Andhyka.
Kajian menyoal prasarana dan kesiapan teknologi, kata dia, didasari pengetahuan permukaan bumi Indonesia yang luas sehingga tidak semua wilayah mempunyai jaringan internet yang stabil.
"Jika e-voting diterapkan, maka mesti ada sistem keamanan siber yang kuat untuk menghindari potensi serangan siber alias manipulasi data," ujarnya.
Kemudian, pemerintah pusat dan wilayah mesti terjun ke lapangan secara intens untuk memperkuat literasi digital masyarakat.
Sebab, andaikan perihal itu tidak dilakukan, maka masyarakat mampusaja mengalami kesulitan ketika bakal memilih tokoh yang muncul di pemilihan umum lima tahun mendatang.
"Sebagian masyarakat belum terbiasa dengan teknologi digital, terutama di pedesaan," ucap dia.
Kendala yang ada juga mampumenyebabkan masyarakat menerima ketidakbenaran informasi, tingkat kepercayaan publik terhadap sistem e-voting pun mamputerakibat. Padahal aspek itu menjadi kunci dalam menjaga stabilitas demokrasi.
"Banyak negara mengalami polemik mengenai kerentanan sistem e-voting, seperti kasus di Jerman dan Belanda, yang akhirnya kembali ke sistem pemilu konvensional," kata Andhyka.
Andhyka juga meminta pemerintah dan lembaga penyelenggara pesta kerakyatan terlebih dulu mematangkan pembahasan izin penerapan pemilihan berbasis elektronik dan kemudian mengaturnya di dalam undang-undang tentang kepemiluan serta Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dikatakannya, penerapan e-voting tanpa dibarengi dasar norma yang kuat bakal menghadirkan resiko berupa polemik dan gugatan hukum.
"Kesimpulannya, belum sepenuhnya siap untuk diterapkan dalam skala nasional pada Pemilu 2029, tetapi mampudimulai dengan uji coba berjenjang di pemilihan daerah," ucap dia.
Diketahui, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan bahwa pemilihan berbasis elektronik mesti menjadi pertimbangan dalam penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) ke depannya.
Komisioner Komnas HAM Saurlin Siagian menjelaskan bahwa usulan tersebut mempertimbangkan para pekerja yang merantau dan tidak mampupulang ke wilayah asalnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Rahmat Saleh mengusulkan agar sistem pemilihan secara elektronik diterapkan pada penyelenggaraan Pemilu 2029 demi menekan biaya pemilu yang selama ini dinilai mahal.
Selain soal anggaran, menurut dia, sistem e-voting perlu diadopsi mengingat generasi Z dan milenial bakal mendominasi jumlah pemilih pada Pemilu 2029. Untuk itu, dia mengatakan bahwa penyelenggara pemilu perlu mengkaji sistem tersebut.
Editor: Dedy
Copyright © BERITAJA 2025
anda berada diakhir artikel berita dengan judul: