Trending

Pengamat: Kolaborasi MUFG-Danamon di "startup" dapatkan momentum bagus - BeritAja

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Startup di negeri ini relatif kuat lantaran ditopang kondisi ekonomi makro nan kondusif

Jakarta (BERITAJA.COM) -

Pengamat teknologi/Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai kerjasama Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) dan Bank Danamon dalam perusahaan rintisan alias startup mendapatkan momentum bagus di tengah penguatan ekonomi Indonesia.

"Startup di negeri ini relatif kuat lantaran ditopang kondisi ekonomi makro nan kondusif," ucap Heru dalam keterangan resmi nan diterima di Jakarta, Sabtu.

Maka dari itu, dia mengatakan saat ini merupakan waktu nan tepat bagi penanammodal untuk berinvestasi di perusahaan rintisan, karena selain valuasi nan menjadi relatif murah, koreksi pasar diprediksi bakal berhujung pada akhir tahun 2023.

Kondisi ekonomi Indonesia nan kuat menjadi sentimen positif bagi perkembangan industri perusahaan rintisan. Seleksi alam nan tengah berjalan justru bakal menghasilkan pelaku upaya rintisan nan unggulan, sehingga sangat bagus untuk penanammodal nan mau menanamkan modal di perusahaan rintisan.
 

Meski bentrok Ukraina-Rusia tetap menjadi aspek pemberat lantaran berakibat signifikan ke perekonomian global, kata Heru, namun industri perusahaan rintisan bakal tetap bertumbuh lantaran digitalisasi sudah menjadi keniscayaan zaman.

Berita lain dengan Judul: MUFG dan Danamon hubungkan upaya untuk bangun kolaborasi

Berita lain dengan Judul: Danamon, Adira dan MUFG siap sorong pertumbuhan pembiayaan otomotif

​​​​​Dengan konteks seperti ini, upaya MUFG dan Bank Danamon memfasilitasi pertemuan perusahaan rintisan dengan calon penanammodal pada akhir Februari lampau mendapatkan momentum. MUFG dan Danamon pun berkedudukan aktif membantu pertumbuhan perusahaan rintisan melalui proyek Garuda Fund.

Garuda Fund adalah proyek berbareng MUFG dan Bank Danamon nan didedikasikan untuk membantu pertumbuhan upaya rintisan di Indonesia sekaligus mendukung investasi strategis di industri tersebut.
 

Di sisi lain, menurut dia, usai kebijakan suku kembang tinggi, investasi di perusahaan rintisan memang mengalami penurunan nan sangat dalam. Tekanan nan berat berada pada perusahaan rintisan di sektor transportasi, belanja, hingga pengantaran makanan, sementara perusahaan rintisan di sektor metaverse hingga artificial intelligence dinilai tetap kompetitif.
 

"Jadi jika kita lihat secara umum dari beberapa persoalan nan ada tersebut, tantangan-tantangan nan ada, kita bisa memandang perusahaan rintisan memang diharapkan tumbuh tapi tantangannya memang tidak mudah," katanya.
 

Adapun strategi penawaran umum perdana (Initial Public Offering/IPO), lanjut Heru, menarik dicermati tetapi dengan sejumlah catatan, antara lain mengenai valuasi dan upaya model. Investor saat ini lebih kritis dan lebih jeli dalam menghitung valuasi nan wajar dari sebuah perusahaan rintisan.

Soal upaya model, penanammodal sudah tidak tertarik dengan strategi membakar duit untuk mengejar pertumbuhan. Investor sekarang lebih peduli dengan perusahaan rintisan nan mempunyai pendapatan nan jelas dan biaya operasional nan masuk akal.
 

Maka dari itu perihal tersebut juga perlu menjadi perhatian agar penjualan saham lebih logis dan harganya wajar lantaran mengenai tingkat kepercayaan penanammodal nan semakin jeli dalam melakukan valuasi perusahaan rintisan.
 

Sesuai levelnya, kata dia, terdapat enam seri pendanaan untuk perusahaan rintisan berasas jumlah biaya nan digelontorkan, ialah Pre-Seed/Seed (50.000-60.000 dolar AS), Series A (600.000-3 juta dolar AS), Series B (5 juta-20 juta dolar AS), Series C (25 juta-100 juta dolar AS), Series D, E, F, dan G (di atas Series C tapi belum memenuhi persyaratan untuk IPO), dan pendanaan untuk perusahaan rintisan nan siap IPO.
 



COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023







Silakan baca konten menarik lainnya dari Beritaja.com di
close