Trending

Pasar Karbon Alternatif Bagi Ri Setelah As Keluar Dari Paris Agreement - Beritaja

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

Jakarta (BERITAJA) - Research Associate CORE Indonesia Sahara menilai bahwa Indonesia dapat mengoptimalkan perdagangan karbon sebagai sumber pendanaan berkelanjutan, terutama setelah keluarnya Amerika Serikat (AS) dari Perjanjian Paris (Paris Agreement/PA).

Sahara saat dihubungi Antara di Jakarta, Rabu, menilai keluarnya Amerika Serikat (AS) dari Perjanjian Paris (Paris Agreement/PA) berpotensi mempengaruhi komitmen negara-negara maju lainnya dalam menyediakan pendanaan dan support penanganan perubahan iklim.

Jika perihal tersebut terjadi, maka dapat mengurangi jumlah biaya yang tersedia untuk proyek-proyek transisi daya di Indonesia. Di sisi lain, ujar Sahara, proyek transisi daya di Indonesia memerlukan pendanaan yang besar.

“Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai keterbatasan biaya untuk mengeksekusi proses transisi daya bakal terakibat paling besar,” kata Sahara.

Sahara mengingatkan bahwa pendanaan untuk penanganan perubahan suasana (climate financing) bakal menjadi lebih susah dengan keluarnya AS dari Perjanjian Paris. Hal ini juga mengingat AS merupakan salah satu donor utama dalam pengendalian perubahan iklim.

“Berkurangnya pendanaan perubahan suasana tersebut dapat menyebabkan proyek transisi daya tersebut menjadi terhambat,” kata Sahara yang juga merupakan Direktur International Trade Analysis and Policy Studies (ITAPS) Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB itu.

Ketika ditanya apakah China menjadi negara yang potensial bagi Indonesia untuk mendapatkan pendanaan melalui kerja sama, Sahara mengatakan bahwa perihal itu berjuntai dengan komitmen China sendiri apakah konsentrasi alias tidak konsentrasi ke petunjuk penanganan perubahan iklim.

“Jika ya (China punya komitmen untuk penanganan perubahan iklim),mampu menjadi sumber pendanaan (melalui kerja sama dengan Indonesia),” kata dia.

Baca juga: China prihatin Amerika Serikat mundur dari Perjanjian Paris

Baca juga: Ekonom: Indonesia perlu cari pengganti pendanaan transisi energi

Sebelumnya pada Senin (20/1) waktu setempat usai pelantikannya, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa AS bakal menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris 2016 lantaran menganggap perjanjian tersebut tidak setara dan berat sebelah.

Pada hari yang sama, Trump menandatangani perintah pelaksana untuk secara resmi menarik diri dari perjanjian tersebut.

Adapun pemerintah China telah menyatakan keprihatinannya atas keputusan AS yang mundur dari Perjanjian Paris.

Dalam konvensi pers di Beijing, Selasa (21/1) waktu setempat, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun menegaskan bahwa tekad dan tindakan aktif China untuk secara aktif menanggapi perubahan suasana tidak bakal berubah.

Perjanjian Paris tentang perubahan suasana diadopsi pada tahun 2015 oleh 195 personil Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim.

Tujuan Perjanjian Paris adalah untuk membatasi peningkatan suhu rata-rata dunia hingga jauh di bawah 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, dan sebaiknya mendekati 1,5 derajat Celcius.

Baca juga: AS keluar Paris Agreement, Timur Tengahmampu jadi pengganti bagi RI

Baca juga: Trump konfirmasi Amerika Serikat keluar dari Perjanjian Iklim Paris


Editor: Mahfud Indra Arief Pribadi
Copyright © BERITAJA 2025








Silakan baca konten menarik lainnya dari Beritaja.com di Google News dan Whatsapp Channel!