Jakarta (BERITAJA.COM) - Pakar norma tata negara Feri Amsari, S.H., M.H., menyatakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nan menyatakan menunda Pemilu 2024 merupakan putusan nan asing sekaligus mengejutkan.
"Tentu putusan ini mengejutkan lantaran sebenarnya banyak patokan nan dilanggar, salah satunya nan paling krusial dilanggar oleh PN Jakpus itu adalah pasal 10 dan pasal 11 dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019," kata Feri Amsari dalam obrolan "Jalan terjal Pemilu 2024" di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, dalam Peraturan Mahkamah Agung tersebut sudah mengubah kompetensi dan yurisdiksi pengadilan negeri dalam penanganan perkara perbuatan melanggar norma (PMH)
"Jika kemudian ada nan mengusulkan perkara PMH ke pengadilan negeri maka (seharusnya) pengadilan negeri bakal melimpahkannya ke pengadilan tata upaya negara. Jika pun pengadilan negeri sudah menjalankan perkara tersebut lantaran luput, khilaf, misalnya, maka kudu diputus tidak dapat diterima," kata staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.
Berita lain dengan Judul: Pakar: Putusan penundaan Pemilu PN Jakarta Pusat langgar konstitusi
Atau putusan nan menyatakan tidak terpenuhi syarat-syarat lantaran tidak sesuai dengan yurisdiksi dan kompetensi peradilan alias gugatan.
"Aturan ini terang benderang sudah dari 2019, sudah ada tradisi di pengadilan negeri untuk melimpahkan perkara PMH ke PTUN, rata-rata semua ditolak (PN), boleh dilihat catatannya," kata Feri lagi.
Berita lain dengan Judul: JPRR: Putusan PN Jakpus tidak relevan dengan gugatan
Oleh lantaran dasar itulah, menurut dia, langkah PN Jakarta Pusat nan tetap menyidangkan perkara menjadi sebuah tindakan nan aneh.
"Makanya aneh, tiba-tiba unik untuk PMH ini diajukan di PN Jakarta Pusat, kemudian dijalankan apalagi diputuskan perkaranya. Jadi, ini sudah dilanggar," ucapnya.
Berita lain dengan Judul: Ketua MPR tegaskan pemilu kudu terlaksana tepat waktu
Ia menambahkan perihal krusial lainnya nan dilanggar dan lebih luar biasa adalah Undang-Undang Dasar 1945 nan jelas-jelas menyebut asas pemilu itu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan setara dan dilaksanakan lima tahun sekali.
"Putusan (PN Jakpus) ini, hebatnya Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi apalagi tidak punya kewenangan untuk kemudian menunda pemilu lantaran setiap penundaan itu adalah abnormal konstitusional," kata Feri.
Berita lain dengan Judul: Parpol dukung KPU RI banding putusan penundaan Pemilu 2024
Seharusnya, lanjut dia, jika ada kesalahan keperdataan dalam tahapan pemilu nan mesti diperbaiki adalah kesalahan tersebut, bukan dengan menunda pemilu.
"Kalau memang masalahnya soal verifikasi administrasi, jika itu masalah keperdataannya perbaiki saja itu oleh putusan peradilan. Tapi, kok tiba-tiba meloncat ke masalah norma publik, ialah masalah tahapan penyelenggaraan pemilu jadi dari norma privat perdata ke norma publik, gimana ceritanya," ujar Feri.
COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023