Trending

Menteri Esdm: Keluarnya As Dari Perjanjian Paris Buat Indonesia Dilema - Beritaja

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

Jakarta (BERITAJA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa keluarnya Amerika Serikat dari Perjanjian Iklim Paris alias Paris Agreement membikin Indonesia dilema dalam mengembangkan daya baru dan daya terbarukan.

“Saya jujur mengatakan, sebenarnya kita pada posisi yang sangat dilematis untuk mengikuti gendang (Paris Agreement) ini,” ucap Bahlil dalam aktivitas bertajuk, “Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Tantangan dan Peluang di Era Baru”, di Jakarta, Kamis.

Komitmen negara-negara di bumi untuk mengembangkan daya baru terbarukan, lanjut Bahlil, berangkat dari komitmen Paris Agreement.

Sebagai konsensus dari Paris Agreement tersebut, nyaris semua lembaga finansial bumi mau membiayai proyek daya hijau. Bahlil mengatakan, mau tidak mau Indonesia mengikuti konsensus berbareng tersebut.

Akan tetapi, Amerika Serikat sebagai inisiator dari Paris Agreement justru menyatakan mundur setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden.

“Engkau (AS) yang mengawali, tetapi engkau (AS) juga yang mengakhiri,” kata dia.

Menurut Bahlil, andaikan inisiator dari Paris Agreement saja mundur, terdapat keraguan bagi Indonesia untuk melanjutkan komitmennya terhadap perjanjian tersebut.

“Yang membikin ketidakpastian ini salah satu di antaranya adalah dinamika politik global. Paris Agreement ini kan merupakan konsensus global, kita dipaksa untuk mengikuti itu, padahal baseline yang kita punya tidak sebaik mereka, negara-negara G7 tersebut,” kata Bahlil.

Ia menyoroti tingginya biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan daya baru terbarukan andaikan dibandingkan dengan menggunakan daya fosil di Indonesia.

Dengan keluarnya Amerika Serikat sebagai salah satu inisiator dari Paris Agreement dan surutnya lembaga pembiayaan untuk proyek-proyek daya terbarukan, Bahlil mempertimbangkan ulang nasib pengembangan daya baru dan terbarukan di Indonesia.

“Kita jangan sampai terjebak. Makanya kita mesti hitung dengan baik. Ini (pengembangan daya baru dan terbarukan) antara gas dan rem, seperti mengelola COVID-19,” ucap Bahlil.

Baca juga: PBB konfirmasi, AS secara resmi mundur dari Perjanjian Iklim Paris

Meskipun demikian, untuk saat ini, Bahlil menyatakan Indonesia tetap berkomitmen mengembangkan daya baru dan daya terbarukan sebagai corak dari tanggung jawab sosial dalam rangka menjaga kualitas udara.

“Saya pikir, ada bagusnya juga untuk tetap kita memakai daya baru-terbarukan sebagai konsensus pertanggungjawaban kita sebagai makhluk sosial, untuk mengamankan udara kita,” ucap dia.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (28/1) memastikan bahwa Amerika Serikat (AS) telah secara resmi memberi tahu mengenai pengunduran dirinya dari Perjanjian Iklim Paris.

Perjanjian Paris tentang perubahan suasana diadopsi pada 2015 oleh 195 personil Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim.

Tujuannya adalah untuk membatasi peningkatan suhu rata-rata dunia hingga jauh di bawah dua derajat Celsius di atas tingkat praindustri, dan sebaiknya mendekati 1,5 derajat Celsius.

Keluarnya AS dari Perjanjian Paris (Paris Agreement) dapat berakibat pada program pendanaan, seperti Just Energy Transition Partnership (JETP).

Baca juga: MPR: Industri tetap transisi daya meski AS keluar Paris Agreement

Baca juga: ESDM kaji akibat keluarnya AS dari Paris Agreement terhadap pendanaan


Editor: Amran
Copyright © BERITAJA 2025



Atribusi: AntaraNews.com




Silakan baca konten menarik lainnya dari Beritaja.com di Google News dan Whatsapp Channel!