Jakarta (BERITAJA) - Pemerintah akhirnya mengambil tindakan tegas. Setelah beberapa bulan menjadi sorotan publik, pagar bambu yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, Banten, akhirnya dibongkar.
Pembongkaran mulai dilakukan oleh tim campuran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan TNI AL, melibatkan Pemda Banten, Polairud, KPLP, Bakamla, serta masyarakat nelayan sejak 22 Januari 2025 dan dijadualkan selesai dalam tempo 10 hingga 15 hari.
Hingga saat ini, tim sudah membongkar sekitar 15 km pagar di tengah hambatan angin dan ombak.
Pembongkaran dilakukan dengan prioritas untuk membuka jalur nelayan melaut. Karena selama ini, nelayanlah yang paling menderita akibat keberadaan pagar laut tersebut.
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto Darwin mengatakan tim KKP sudah turun langsung ke lapangan untuk berbincang dengan nelayan di setiap desa yang terakibat untuk mendengarkan keluhan mereka.
"Hasil dari perbincangan ini bakal menjadi dasar bagi kami untuk merancang program support yang tepat secepatnya," kata Doni.
Pembongkaran pagar laut misterius itu bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga mengenai dengan stabilitas ekonomi masyarakat pesisir yang berjuntai pada laut.
Pagar laut yang muncul tanpa kejelasan siapa yang bertanggung jawab tersebut menimbulkan banyak masalah, terutama bagi masyarakat nelayan yang menggantungkan hidupnya pada hasil tangkapan laut.
Aktivitas nelayan terganggu lantaran pagar ini membatasi akses mereka ke wilayah penangkapan ikan yang biasa mereka manfaatkan. Setidaknya, ada 3.888 masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan dan 502 pembudidaya di area itu.
Nelayan bukan satu-satunya pihak yang bakal dirugikan jika masalah ini tidak segera diselesaikan. Banyak pihak di sektor kelautan juga bakal direpotkan jika masalah dibiarkan berlarut-larut.
Bagi nelayan jelas, jika mereka susah melaut, pendapatan dan kesejahteraan family bakal menurun. Tidak ada ikan, tidak ada uang.
Begitu pun, perekonomian wilayah bakal terkena imbasnya. Nelayan yang tidak dapat melaut bakal mengurangi pasokan hasil laut yang krusial bagi pasar lokal dan apalagi nasional. Ini juga berakibat pada rantai pasokan industri pengolahan hasil laut dan sektor-sektor terkait, seperti pengedaran dan retail produk-produk perikanan.
Artinya, ketika nelayan terganggu, akibat ekonomi yang timbul tidak hanya dirasakan oleh mereka, tetapi juga oleh seluruh ekosistem ekonomi yang mengenai dengan sektor kelautan.
Di Desa Karang Serang, beberapa nelayan yang enggan disebutkan namanya mengatakan kesulitan mereka saat berupaya melaut. Mereka sekarang mesti berhati-hati, apalagi terpaksa menghindari bagian laut yang tertutup pagar bambu tersebut.
Mereka khawatir, jika sampai melanggar pemisah bakal diminta tukar rugi oleh si pemilik pagar.
Perubahan rute berlayar ini membikin perjalanan mereka lebih jauh sehingga memerlukan lebih banyak bahan bakar. Dampaknya, biaya operasional mereka meningkat. Dulu, untuk mencari ikan, mereka cukup mengisi bahan bakar kapal dengan 5 liter solar, namun sekarang mereka terpaksa mengisi hingga 7 liter.
Celakanya, area di sekitar pagar tersebut tadinya adalah area yang biasanya banyak ikan, udang, kerang dan rajungan. Karena mereka tidakmampu beraksi di sekitar pagar, akhirnya hasil tangkapan nelayan merosot.
Nelayan berambisi agar masalah pagar bambu tersebut segera tertangani. Keinginan mereka tidaklah muluk. Mereka hanya ingin, laut yang menjadi nafas kehidupan mereka,mampu dikembalikan seperti semula.
Para nelayan berambisi agar kewenangan mereka dihormati, dan kehidupan mereka kembali seperti semula, tanpa ada halangan yang menghalangi upaya mereka mencari nafkah.
Terkuak Agustus 2024
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti menyatakan pagar laut itu 30,16 km terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang.
Struktur pagar laut terbuat dari bambu alias cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan juga dikasih pemberat berupa karung berisi pasir.
Pagar meliputi 16 kecamatan dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.
Pagar laut sepanjang 30,16 km itu merupakan area pemanfaatan umum yang berasas Perda Nomor 1 Tahun 2023 meliputi area pelabuhan laut, area perikanan tangkap, area pariwisata, area pelabuhan perikanan, area pengelolaan energi, area perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.
Dinas setempat mendapatkan info pertama kali pada 14 Agustus 2024. Lalu ditindaklanjuti dengan turun ke lapangan pada 19 Agustus 2024. Dari kunjungan ke lapangan ditemukan aktivitas pemagaran laut saat itu tetap di sepanjang kurang lebih 7 km.
Kemudian tepat 4-5 September 2024, dinas setempat berbareng dengan Polsus dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP kembali datang ke letak itu, berjumpa dan berdiskusi.
Tim yang turun ke lapangan saat itu mendapatkan info bahwa tidak ada rekomendasi alias izin dari camat maupun desa mengenai pemagaran laut di wilayah itu. Saat itu pula belum ada keluhan dari masyarakat mengenai pemagaran tersebut.
Tak sampai di situ, dinas setempat pada 18 September 2024, kembali melakukan patroli dengan melibatkan dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Saat itu, DKP Banten meminta aktivitas pemagaran dihentikan.
Inspeksi campuran bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PU, Satpol-PP, Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang, ditemukan pagar laut bertambah menjadi 13,12 km hingga 30,16 km.

Negara hadir
Pada 9 Januari 2025, pagar bambu yang membentang luas disegel oleh petugas Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
Plang merah bertuliskan larangan dipasang, menandakan bahwa pagar tersebut tidak mempunyai izin yang sah. Penyegelan itu juga disertai peringatan bahwa pembongkaran bakal dilakukan dalam waktu singkat. Pemerintah memberikan tenggat waktu 20 hari untuk pihak yang bertanggung jawab segera membongkar pagar tersebut.
Namun hingga berakhirnya tenggat waktu tersebut, tidak ada pihak yang mengaku dan membongkar pagar tersebut. Hingga akhirnya pada 18 Januari 2025, proses pembongkaran dimulai atas perintah langsung Presiden Prabowo Subianto. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) berbareng masyarakat nelayan setempat bergerak berbareng melakukan tindakan pembongkaran.
Pada 22 Januari 2025, pembongkaran besar-besaran dilakukan dengan melibatkan sekitar 1.500 personel campuran dari KKP, TNI AL, Bakamla, Polairud, dan nelayan setempat. Kerja keras pun dimulai.
KKP menurunkan 11 armada meliputi kapal pengawas, URC, tugboat, RIB, serta sea rider berbareng 460 personel. Selain KKP dan TNI AL, pembongkaran melibatkan Pemda Banten, Polairud, KPLP, Bakamla, serta masyarakat nelayan.
Pembongkaran dilakukan petugas campuran dengan langkah menarik pagar menggunakan tali dari boat-boat yang dikerahkan. Bambu yang dibongkar lampau diangkut ke daratan.
Metode ini membikin bagian bawah pagar ikut tercabut sehingga tidak menyisakan batang bambu di dasar lautan. Estimasi proses pembongkaran hingga selesai menyantap waktu maksimal 10 hari.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan, meski anggaran pembongkaran pagar laut berasal dari patungan antara beragam pihak, namun pembongkaran terus dilakukan hingga seluruh pagar laut sepanjang 30,16 km dibongkar.
Sinergi perwakilan negara hingga masyarakat nelayan dalam mencabut pagar-pagar bambu yang membelenggu akses nelayan itu, menjadi semangat kolektif untuk mengembalikan kewenangan nelayan agar merekamampu kembali mengarungi laut dalam menghidupi family tercinta tanpa penghalang.
Dengan komitmen pemerintah yang kuat, diharapkan perekonomian nelayan dan keberlanjutan ekosistem laut Indonesia dapat terjaga, serta memastikan bahwa proyek pembangunan yang menguntungkan semua pihak dilakukan secara sah dan berkelanjutan.
Pembongkaran pagar laut Tangerang merupakan komitmen negara dalam melindungi kewenangan nelayan dan keberlanjutan ekosistem laut Indonesia.
Editor: Deborah Sri Haryati
Copyright © BERITAJA 2025
Most Views:
- 100 Bahasa banjar Serta Artinya yang Sering digunakan Dalam Percakapan Sehari-hari - Beritaja
- Lengkap, 20 Pantun Bahasa Banjar dan Artinya Serta Makna Yang Terkandung
- Amalan Cepat Kaya, Rejeki tak di Sangka -sangka dari Abah Guru Sekumpul dibaca tiap Hari Jumat
- 10 Tanda Baca dalam Alquran
- Lengkap A-Z, Rekomendasi Nama Nama Bayi Laki Laki Islami dan Artinya
- Lengkap! A-Z, Nama Nama Bayi Perempuan Islami dan Artinya
- Rekomendasi Tempat Wisata Terbaik di Kalimantan Selatan