Semarang (BERITAJA.COM) - Keberlanjutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Perpu Pemilu) setelah diundangkan, 12 Desember 2022, kurang santer daripada Perpu Cipta Kerja.
Meski lahir lebih belakangan, 30 Desember 2022, rumor Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perpu Cipta Kerja) tampak lebih seksi. Bahkan, sempat menjadi polemik mengenai dengan belum disetujui DPR lewat paripurna hingga penutupan Masa Sidang III Tahun 2022—2023 pada tanggal 16 Februari 2022.
Dalam UUD NRI Tahun 1945, secara implisit masa bertindak perpu tertuang dalam Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3). Ditegaskan dalam ayat (2) bahwa peraturan pemerintah itu kudu mendapat persetujuan DPR dalam persidangan nan berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu kudu dicabut (ayat 3).
Apa nan dimaksud dengan "persidangan nan berikut" adalah masa sidang pertama DPR setelah perpu ditetapkan. Keterangan frasa ini termaktub dalam penjelasan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Mengutip pendapat pengajar pemilu pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini (BERITAJA.COM, 4 Maret 2023), bahwa persidangan berikut merujuk masa sidang setelah Perpu Pemilu diterbitkan pada tanggal 12 Desember 2022 adalah Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022—2023, mulai 10 Januari hingga 16 Februari 2023.
Namun, sampai dengan penutupan Masa Persidangan III, Kamis (16/2), DPR RI tidak memberikan persetujuan atas Perpu Pemilu. Meski demikian, norma dalam Perpu Pemilu tetap bertindak sampai dengan penetapannya alias pencabutannya dengan undang-undang.
Beda jika Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Perpu Pemilu menjadi Undang-Undang mendapat persetujuan DPR, norma pengaturannya bakal bertindak seterusnya.
Norma-norma nan tidak bertindak seterusnya, antara lain, ketentuan dalam Perpu Pemilu Pasal 179 ayat (3).
Inti dari pasal tersebut bahwa parpol nan telah memenuhi ketentuan periode pemisah perolehan bunyi secara nasional untuk Pemilu Anggota DPR RI 2019 dan telah ditetapkan sebagai peserta pemilu dapat menggunakan nomor urut parpol peserta pemilu nan sama pada Pemilu 2019.
Akan tetapi, bagi parpol nan tidak memilih opsi pertama itu, berbareng partai politik baru (yang telah ditetapkan sebagai peserta pemilu) mengikuti penetapan nomor urut parpol peserta pemilu secara undi dalam sidang pleno KPU nan terbuka dengan dihadiri wakil parpol peserta pemilu.
Dalam ayat (4) menyebut bahwa ketentuan mengenai penetapan nomor urut partai politik lokal Aceh sebagai peserta pemilu nan dilakukan secara undi diatur dengan peraturan KPU.
Karena Perpu Pemilu tidak mendapat persetujuan DPR, patokan main soal nomor urut parpol peserta Pemilu 2024 merujuk kembali pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Lagi pula ada frasa "nomor urut parpol peserta pemilu nan sama pada Pemilu 2019" alias tidak menggunakan frasa "pemilu sebelumnya". Hal ini bakal menimbulkan masalah di kemudian hari jika RUU Perpu Pemilu menjadi undang-undang.
Oleh lantaran itu, pembentuk undang-undang, Pemerintah dan DPR RI, perlu jeli andaikan bermaksud merevisi UU No. 7 Tahun 2017 untuk keperluan penyelenggaraan pemilu mendatang.
Penetapan parpol sebagai peserta pemilu kembali pada ketentuan Pasal 179 ayat (3) UU Pemilu. Disebutkan bahwa penetapan nomor urut partai politik sebagai peserta pemilu dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU nan terbuka dengan dihadiri wakil partai politik peserta pemilu.
Pasal 179 nan terselip dalam Perpu Pemilu nan lahir menjelang 2 hari penyelenggaraan penetapan Peserta Pemilu 2024, 14 Desember 2022, patut dipertanyakan dalam konteks kegentingan nan memaksa, sehingga Presiden perlu menetapkan Perpu Pemilu.
Terkait dengan perpu ini memang sudah diatur di dalam UUD NRI Tahun 1945. Dalam perihal ihwal kegentingan nan memaksa termaktub dalam Pasal 22 ayat (1). Apakah patokan penetapan nomor urut partai peserta pemilu ini merupakan suatu nan mendesak?
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010, persyaratan perlunya perpu andaikan adanya keadaan, ialah kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah norma secara sigap berasas undang-undang.
Berikutnya, undang-undang nan dibutuhkan tersebut belum ada, sehingga terjadi kekosongan hukum, alias ada undang-undang tetapi tidak memadai.
Dalam putusan MK itu juga disebutkan bahwa perlunya perpu andaikan kekosongan norma tersebut tidak dapat diatasi dengan langkah membikin undang-undang secara prosedur biasa lantaran bakal memerlukan waktu nan cukup lama, sedangkan keadaan nan mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Muatan Perpu Pemilu
Dalam Perpu Pemilu, terdapat pula beberapa substansi, antara lain, mengenai dengan penambahan jumlah bangku DPR dari 575 menjadi 580 akibat pemekaran wilayah daerah otonom baru (DOB) di Papua dan Papua Barat.
Selain itu, pembentukan KPU provinsi dan bawaslu provinsi di empat provinsi baru, ialah di Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan, dan Provinsi Papua Barat Daya.
Substansi lain, usia calon personil panwaslu kecamatan, calon personil panwaslu kelurahan/desa, dan pengawas TPS nan turun dari 25 menjadi berumur paling rendah 21 tahun.
Perpu Pemilu juga tata langkah pengajuan bakal calon di empat DOB. Hal lain mengenai dengan perubahan lama masa kampanye selama 25 hari setelah penetapan daftar calon tetap personil DPR, personil DPD, personil DPRD provinsi, dan personil DPRD kabupaten/kota untuk pemilu personil legislatif sampai dengan dimulainya masa tenang.
Untuk kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024, pelaksanaannya sejak 15 hari setelah penetapan peserta Pemilu Presiden/Wakil Presiden sampai dengan dimulainya masa tenang.
Akibat Perpu Pemilu nan tidak mendapatkan persetujuan DPR, seluruh pengaturannya kembali merujuk pada UU No. 7 Tahun 2017, termasuk pula rekrutmen pengawas TPS kudu merujuk kembali pada persyaratan berumur paling rendah 21 tahun.
Masa kampanye juga kembali pada ketentuan semula, sebagaimana diatur dalam Pasal 276 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017, ialah dilaksanakan sejak 3 hari setelah ditetapkan daftar calon tetap (DCT) personil DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon untuk Pemilu Presiden/Wakil Presiden sampai dengan dimulainya masa tenang.
Kendati demikian, Perpu Pemilu nan menjadi dasar norma Keputusan KPU Nomor 551 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Keputusan KPU Nomor 518 Tahun 2022 bertindak sejak tanggal ditetapkan, 30 Desember 2022, tidak berpengaruh pada keabsahan penetapan parpol peserta Pemilu 2024.
Walau tanpa persetujuan DPR, penetapan 18 parpol peserta Pemilu 2024 itu tetap sah. Hal ini lantaran telah diimplementasikan pada masa keberlakuan Perpu Pemilu.
COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023