Jakarta (BERITAJA.COM) -
Sebagai suku original Jakarta, penduduk Betawi mempunyai beragam makanan nan khas, mulai dari nan ringan hingga berat, dan biasa disantap dengan nasi. Selain itu makanan unik Betawi juga tidak kalah lezat dan lezat dibandingkan makanan nan ada saat ini alias kekinian.
Makanan unik Betawi terkenal bakal kekayaan rempah serta resep-resep tradisional nan memikat lidah, ditambah juga bikin ketagihan.
Meskipun demikian, masuknya budaya luar nan menimbulkan akulturasi budaya turut membikin banyak makanan Betawi terpengaruh dengan masakan bangsa lain, sehingga sangat kaya, baik ragam maupun rasa.
Makanan Betawi juga banyak dipengaruhi secara signifikan oleh beberapa etnis, seperti China, India, Arab, Portugis, dan Belanda.
Mencari makanan unik Betawi di ibu kota juga tidaklah susah lantaran tetap banyak para pedagang nan menjajakannya, mulai dari soto betawi, gado-gado, ketoprak, hingga makanan ringan nan terkenal, seperti asinan betawi dan rujak beubek.
Hanya saja, makanan Betawi bisa dibilang tetap kurang moderen, mulai dalam corak penyajian hingga nan terpenting adalah langkah menyajikan makanannya. Masih banyak penjual makanan Betawi, seperti gado-gado, ketoprak, asinan betawi, kerak telor, dan rujak beubek, dijual dengan gerobakan alias dipikul, sehingga tingkat kehigienisannya tetap kurang.
Sekalipun dijual di rumah makan, biasanya berlokasi di pinggiran Jakarta, seperti di kampung-kampung wilayah Tangerang, Bekasi, ataupun Depok. Selain lokasinya di pinggiran, suasana dan tampilannya juga sangat sederhana, sehingga agak susah jika mencari di pusat kota alias di mal.
Hal ini juga nan menyebabkan makanan unik Betawi mulai terpinggirkan kepopulerannya, memang kita tetap bisa menjumpai pedagang gado-gado, ketoprak, soto betawi, hingga asinan betawi dijual di sekitar Jakarta.
Namun konsumen bakal mulai kesulitan jika mencari makanan unik Betawi, seperti laksa betawi, asinan Juhi, kue Rangi dan kerak telor, selain ketika ada acara-acara spesial, seperti pagelaran makanan dan aktivitas Pekan Raya Jakarta, barulah kita bisa menjumpai makanan tersebut.

Naik kelas
Kehigienisan penyajian makanan dan kesan rumah makan Betawi nan sederhana nan jauh dari pusat kota tersebut sepertinya sudah lama mau diubah oleh sebuah kafe nan berdiri sejak tahun 1992.
Kafe nan awalnya dibuka di Pondok Indah Mal tersebut mau mendobrak paradigma tersebut, bahwa makanan sederhana Betawi juga bisa naik kelas nan dihidangkan di dalam mal-mal di Jakarta.
Makanan Betawi tidak hanya dinikmati oleh masyarakat Betawi saja dan juga kalangan-kalangan menengah ke bawah, tetapi dinikmati oleh para kalangan atas hingga para penduduk negara asing nan sedang berjamu ke Jakarta.
Manajer pemasaran kafe itu, Raden Indra menjelaskan konsep kafe ini memang untuk menyasar kalangan menengah ke atas dan juga para turis nan kebetulan sedang berjamu ke Jakarta nan mau mencicipi makanan otentik Betawi.
Dipilihnya mal-mal besar di Jakarta oleh kafe itu juga bukan tanpa argumen lantaran biasanya para kalangan atas hingga turis sedikit enggan untuk menyantap makanan di pinggir jalan lantaran masalah kebersihan.
Karena letak dan sasaran konsumennya nan tidak biasa, maka tidak heran nilai makanan di sini jauh berbeda dengan nan ada di pinggir jalan.
Sehingga, bagi nan mau mencoba diharapkan membawa duit lebih, mengingat makanan nan dijual di restoran ini dibanderol dengan nilai cukup tinggi.
Seperti soto Betawi, mungkin di warung pinggir jalan bisa menikmati dengan kisaran nilai Rp20 ribu sampai Rp30 ribu, tapi di letak itu dibanderol di atas Rp60 ribu.
Harga tersebut memang jauh berbeda lantaran kualitas bahan-bahan masakannya premium, mulai penggunaan daging sapi impor, susu berkualitas, hingga bahan-bahan sayuran, seperti cabai, kangkung, dan sayuran lainnya dipilih dengan teliti dan seksama, sehingga menghasilkan rasa nan lezat.
Menu-menu nan dihidangkan di kafe nan telah mempunyai 27 bagian ini juga tidak meninggalkan makanan tradisional Betawi, seperti soto betawi, laksa betawi, kue Rangi, hingga asinan Juhi nan mulai jarang dijumpai ada di tempat makan ini.

Salah satu visitor restoran, Jihan (20) menjelaskan baru pertama kali mencicipi laksa betawi dan soto betawi di kafe nan berlokasi di mal Lippo Kemang, Jakarta Selatan, ini.
Sebagai generasi Z, dia cukup antusias memandang ada restoran di mal nan berkonsep makanan tradisional Betawi ini.
Kafe itu dinilai unik, lantaran biasanya makannya sigap saji di resto western (barat) alias makanan Jepang dan Korea, lantaran tampilannya dan rasanya nan enak.
Setelah dia mencicipi makanan tradisional tersebut membuka wawasan baru terhadap makanan tradisional Indonesia, rupanya masakan Indonesia bisa disajikan dengan menarik dan rasanya juga enak, sehingga tidak kalah dengan makanan dari luar negeri.
Hadirnya kafe di mal-mal besar Jakarta juga menjadi bukti bahwa makanan tradisional Indonesia jika disajikan dengan modern bisa bersaing dengan restoran nan menyajikan makanan dari luar negeri, seperti dari Amerika Serikat, Jepang, Korea, dan negara lainnya.
Pengamat kuliner William Wongso menjelaskan hadirnya makanan-makanan tradisional di mal-mal besar memang mempunyai akibat nan bagus buat kepopulerannya, tetapi juga ada akibat nan kudu diperhitungkan.
Membuka restoran alias tempat makan di mal memang nantinya bakal meningkatkan kelas makanan (tradisional) itu sendiri, tapi pelaku kuliner juga kudu dapat memperhitungkan, seperti biaya sewa nan tinggi. Selain itu juga arus visitor mal tersebut apakah sering dikunjungi alias tidak oleh masyarakat.
Sehingga pelaku kuliner khususnya nan membuka restoran alias tempat makan tradisional di mal kudu sudah menyiapkan jurus-jurus tersendiri untuk bisa memperkuat dari gempuran restoran-restoran asal luar negeri nan makanannya lebih modern dan lebih familiar di masyarakat.
Dukungan pemerintah
Dengan mulai pulihnya kehidupan sosial masyarakat setelah pandemi COVID-19 selama nyaris tiga tahun, Indra berambisi pemerintah tetap memberikan support dari segi apapun mengingat akibat nan sangat berpengaruh bagi upaya kuliner, terutama restoran alias tempat makan di mal-mal nan ada di Jakarta.
Seperti rutin diadakan aktivitas festival-festival makanan tradisional di seluruh wilayah Indonesia, kemudian juga support untuk melebarkan sayapnya di kancah internasional, seperti aktivitas di para duta besar Indonesia nan ada di luar negeri, sehingga masakan tradisional semakin dikenal bukan hanya nasi goreng, sate ataupun rendang saja.
Pemerintah sendiri telah memberi support kepada restoran di mal dan pusat perbelanjaan, seperti dengan mencabut patokan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada Jumat, 30 Desember 2022, sehingga tingkat kunjungan pada tahun 2023 ditargetkan bakal mencapai lebih dari sebelum pandemi, ataupun paling tidak, bisa mencapai 100 persen dibandingkan sebelum pandemi.
Selain itu juga pemerintah tengah mengupayakan pembiayaan bagi para pelaku upaya kuliner Indonesia di luar negeri agar dapat semakin memperkenalkan Tanah Air melalui sektor makanan dan minuman.
Pemerintah juga rutin melakukan pelatihan-pelatihan nan diselenggarakan bagi para pelaku industri kuliner, seperti training peningkatan kualitas pengemasan makanan nan menarik dan higienis, sehingga makanan Indonesia bisa layak dan diterima di mancanegara.
COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023