Jakarta (BERITAJA.COM) - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan bahwa setiap pihak penyelenggara aktivitas alias aktivitas yang menggunakan Hak Cipta kemudian memberikan akibat ekonomi bagi pihak tersebut, maka kudu mendapatkan izin dari pemilik Hak Cipta maupun Hak Terkait tanpa terkecuali sesuai peraturan yang telah ditetapkan.
"Lagu 'Cikini Gondangdia' dan enam lagu lain di aktivitas Asean Summit-nya Presiden Joko Widodo kemarin bayar royalti. Ada musyawpetunjuk nasional partai sebuah partai, itu juga bayar royalti. Bahkan konser Coldplay itu kemarin bayar royalti Rp3 miliar," ujar Ketua LMKN Dharma Oratmangun ketika ditemui usai aktivitas pemberian izin operasional kepada 3 Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Musik tradisi Nusantara di Jakarta, Senin.
Dharma menjelaskan bahwa izin penggunaan Hak Cipta berupa lisensi penggunaan lagu yang dinamakan bayar royalti sudah diatur di dalam Undang-undang, Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri.
"Bahkan sudah ada PP dan Peraturan Menteri tentang besaran tarif untuk 14 subsektor. Sekarang ini subsektor itu sudah kami mekarkan lagi hingga menjadi sebanyak 40 subsektor yang lebih terperinci. Semua pemangku kepentingan sudah diajak untuk berkompromi dan duduk berbareng untuk menentukan besaran-besarannya. Nanti bakal keluar keputusan melalui SK Menteri," imbuh Dharma.
Sementara itu, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham Anggoro Dasananto mengutarakan bahwa pihaknya telah melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan dengan LMKN tentang ketaatan bayar royalti terhadap pusat-pusat perbelanjaan di Tanah Air.
"Di Indonesia ini ada banyak sekali ritel yang menayangkan lagu. Alhamdulillah terjadi kesepakatan dari upaya pemerintah dan LMKN yang ditempuh untuk menjembatani dengan asosiasi apapun yang mengkomersialisasikan lagu untuk bayar royalti. Di sini tidak hanya mencakup pencipta, namun juga performing arts. Umpama jika sebuah band dapat 30 persen, maka jumlah itu bakal dibagi ke setiap personel," terang Anggoro.
Dia menambahkan bahwa pihaknya juga memberikan masukan agar pemerintah melakukan revisi terhadap PP No.56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik mengenai turunan tarif beberapa ruang lingkup yang sejauh ini tidak efektif untuk penarikan royalti.
"Ada beberapa lingkup yang semestinya bisa ditarik royalti, jadi tidak bisa. Di PP disebutkan jasa yang bayar royalti adalah bus, pesawat udara, dan kapal laut. Ini bakal menjadi makanan yang lezat bagi orang yang tidak mau bayar royalti, selalu berlindung lewat aktivitas yang tidak ada di daftar. Maka itu kami berbareng LMKN sepakat jika transportasi tidak usah dibatasi kapal laut, udara, dan sebagainya. Cukup transportasi umum bergerak di udara, darat, dan air yang mengkomersialisasikan lagu," terang dia.
Lebih lanjut Anggoro menuturkan bahwa masukan itu juga bertindak untuk hotel, motel, kontrakan, dan rumah kos sepanjang terdiri atas 6 lantai bangunan.
"Kami memberi saran yang disepakati dengan LMKN bahwa patokan ini bertindak untuk akomodasi sementara, apapun itu. Nanti baru diperjelas akomodasi temporer itu sudah mempunyai interval lama berapa tahun, misalnya. Demikian juga untuk restoran, kafe, dan warung kopi yang sudah berskala besar, juga kudu bayar," tutup Anggoro.
Baca juga: Kemenkumham tengah telaah kesepakatan berbareng mengenai royalti
Baca juga: Ketua LMKN: Indonesia punya "harta karun" royalti di luar negeri
Baca juga: LMKN siapkan sistem daring pelisensian penggunaan karya cipta
Editor: Mahfud
COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023