Legislator Dki: Pergub 2 Tahun 2025 Seharusnya Tak Perlu Diterbitkan - Beritaja
Jakarta (BERITAJA) - Anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth mengatakan bahwa Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian tak perlu diterbitkan lantaran bertentangan dengan UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974.
"Dari segi yuridis Pergub Nomor 2 Tahun 2025, sebenarnya hanya melaksanakan PP Nomor 10 Tahun 1983, semangat dan esensinya sama, untuk mempersulit poligami," kata Kenneth dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, poligami di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan topik yang sering menjadi bahan perdebatan. Namun secara umum, poligami diizinkan dalam norma Islam, tetapi ada banyak izin dan ketentuan yang mesti dipatuhi.
Ia menjelaskan bahwa dari teori perundang-undangan khususnya hirarki perundang-undangan, Stufenbau (teori hukum) dapat dinilai bertentangan dengan ketentuan UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, yang hanya mensyaratkan izin istri pertama.
Akan tetapi sesuai dengan regulasi, lanjut Bang Kent sapaan akrabnya, bahwa ASN yang mau berpoligami mesti mendapatkan izin dari pemimpin dan memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti keahlian untuk memberikan nafkah yang setara kepada istri-istrinya.
"Selain itu, ada juga pertimbangan moral dan etika yang mesti diperhatikan, mengingat ASN diharapkanmampu menjadi teladan bagi masyarakat," kata dia.
Baca juga: DKI berlakukan pergub baru soal izin kawin dan cerai
Lalu dari pandangan HAM, kata dia, masalah perkawinan sebenarnya merupakan ranah privat, dan posisi negara mesti pasif terhadap hak-hak sipil penduduk negara termasuk dalam urusan perkawinan.
Dengan adanya UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ini, maka Pergub Tentang Poligami ini semestinya tidak perlu diterbitkan lagi.
"Sebab secara materil poligami menjadi urusan kepercayaan masing-masing, sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 2 UU Perkawinan. Syarat administratif suatu perkawinan dalam PP maupun Pergub a quo tidak dapat menegaskan syarat sahnya pernikahan yang diatur dalam UU perkawinan," papar Bang Kent.
Dalam peraturan yang ada, tambah dia, ASN laki-laki dibolehkan untuk melakukan poligami alias beristri lebih dari satu orang, tetapi mesti mendapatkan izin dari istri pertama dan dari atasannya.
Izin untuk melakukan poligami diatur dengan ketat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi ASN.
Pasal 4 Ayat 1 bersuara, “Pegawai Negeri Sipil laki-laki yang bakal beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dulu dari istri pertama dan dari pejabat yang menjadi atasannya.”
Permintaan izin ASN untuk berpoligami mesti diajukan secara tertulis dengan mencantumkan argumen komplit untuk beristri lebih dari seorang berikut syarat yang mesti dipenuhinya.
Baca juga: Teguh tegaskan Pergub 2 Tahun 2025 bukan untuk izinkan ASN poligami
Baca juga: Mendagri bakal tanyakan kebijakan poligami ke Pj Gubernur DKI
Dan jika seorang ASN melakukan poligami secara diam-diam, hukuman balasan bagi ASN yang melanggar tercantum dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Dalam peraturan ini, ada tiga jenis balasan disiplin berat yang dapat dijatuhkan pada ASN yang melanggar, ialah Penurunan kedudukan setingkat lebih rendah selama 12 bulan; Pembebasan dari jabatannya menjadi kedudukan pelaksana selama 12 bulan; dan Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai ASN.
"KPI dan ukuran keahlian pegawai sudah dibuat, sehingga tidak perlu lagi mengkaitkan pergub a quo dengan penurunan kinerja. Jika pegawai pemda tidak perform, tentu sudah ada sistem tersendiri mengenai pertimbangan dan penegakan sanksi," katanya.
Menurut Kent, secara prinsip semestinya pergub tersebut tidak perlu dibuat lagi lantaran secara jenjang perundang-undangan bahwa Pergub Nomor 2 Tahun 2025 ini bertentangan dengan patokan yang lebih tinggi dan mesti di ingat juga bahwa sudah ada peraturan lebih tinggi yang sudah mengatur tentang urusan poligami ini.
Dia menilai tetap banyak persoalan yang lebih krusial di Jakarta yang perlu diperhatikan dan menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti.
"Masih banyak persoalan di Jakarta yang lebih krusial yang mesti diperhatikan, dibandingkan soal ngurusin patokan soal poligami ASN ini," katanya.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur Provinsi DKI Jakarta Teguh Setyabudi menegaskan bahwa Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 bukan untuk mendukung Aparatur Sipil Negara (ASN) berpoligami.
"Yang diviralkan adalah seakan-akan kami itu mengizinkan poligami, itu sama sekali tidak ada dalam semangat kami,” kata Teguh saat dijumpai di Ecovention Ancol, Jakarta Utara, Jumat malam (17/1).
Editor: Mahfud
Copyright © BERITAJA 2025
anda berada diakhir artikel berita dengan judul: