Trending

Ketika Sebuah Tas Menjadi Wadah Bagi Fesyen Dan Investasi - Beritaja

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

Jakarta (BERITAJA) - Bagi sebagian orang, berinventasi pada sebuah tas brand luxury adalah sesuatu yang susah diterima dengan logika sehat. Namun nyatanya bumi investasi telah berkembang jauh melampaui saham, obligasi, alias properti.

Memang faktanya, dalam beberapa dasawarsa terakhir, ada satu kelas aset yang diam-diam mencetak untung luar biasa bagi para kolektor dan penanammodal yang jeli ialah peralatan branded, khususnya tas-tas high brand seperti Hermès, Chanel, dan Louis Vuitton.

Jika dulu barang-barang ini hanya dianggap sebagai simbol status sosial, sekarang mereka telah menjadi instrumen investasi yang menawarkan return yang tak kalah menggiurkan dibanding pasar keuangan.

Di Indonesia sendiri, ada kebenaran yang cukup mencengangkan. Sebuah info yang diambil dari Capgemini Asia Pacific Wealth Report tahun 2015, menempatkan Indonesia berada di posisi ketiga dalam perihal konsumsi produk mewah, mengalahkan Singapura dan Hong Kong.

Ini membuktikan bahwa masyarakat di Indonesia telah menjadi bagian dari organisasi yang memahami bahwa pasar peralatan mewah bukan sekadar tentang style alias konsumsi hedonistik.

Di kembali kejadian ini, ada organisasi yang berkembang dengan sistem dan patokan main yang semakin canggih.

Mereka bukan sekadar pembeli, tetapi penanammodal yang memahami gimana nilai sebuah peralatanmampu tumbuh seiring waktu.

Sebagian besar dari mereka tidak sekadar memakai tas, tetapi memperlakukannya sebagai aset yang dapat dilepas saat nilai memuncak.

Ambil contoh Hermès Birkin, salah satu tas paling eksklusif di dunia. Dibuat dengan material terbaik dan pengerjaan tangan yang teliti, Birkin bukan hanya tas, tetapi sebuah fenomena.

Kelangkaannya yang disengaja, dengan daftar tunggu yang panjang dan jumlah produksi terbatas, mengakibatkannya menjadi peralatan yang lebih berbobot daripada emas dalam beberapa kasus.

Sebuah laporan dari Baghunter pada 2016 menunjukkan bahwa nilai Birkin naik rata-rata 14,2 persen per tahun selama beberapa dasawarsa terakhir, jauh melampaui return emas dan S&P 500.

Dengan kata lain, seorang kolektor yang membeli Birkin dengan nilai retailmampu memandang nilai tasnya melonjak dalam waktu singkat, terutama untuk model-model yang lebih langka.


Ada hierarki

Tentu saja, tidak semua peralatan branded mempunyai nilai investasi yang sama. Pasar luxury goods mempunyai hierarkinya sendiri, di mana beberapa merek terus mempertahankan alias apalagi meningkatkan nilainya, sementara yang lain merosot drastis.

Chanel, misalnya, secara konsisten meningkatkan nilai tas klasik mereka seperti Flap Bag setiap tahun.

Strategi ini secara tidak langsung membikin pasar sekunder untuk tas-tas Chanel tetap kuat, lantaran orang-orang lebih memilih membeli produk preloved (barang tangan kedua) dengan nilai lebih kompetitif daripada membeli yang baru dengan nilai yang terus melonjak.

Phoebe Chamier, manajer investasi senior di Brooks Macdonald, kepada Luxurylondon menjelaskan bahwa jika seorang penanammodal potensial sudah mempunyai portofolio yang seimbang, tas mewahmampu menjadi opsi investasi pengganti yang cerdas.

Menurutnya, perihal ini lantaran investasi pengganti seperti tas, anggur, kapal pesiar, dan seni berperilaku berbeda dibandingkan dengan investasi tradisional.

Penelitian oleh Credit Suisse menunjukkan bahwa di antara investasi ‘koleksi’ ini, perhiasan, tas tangan, dan arloji adalah pilihan yang paling stabil.

Namun, tidak semua orangmampu begitu saja masuk ke bumi investasi peralatan branded tanpa pemahaman yang mendalam.

Di sinilah organisasi fans dan penanammodal tas mewah memainkan peran penting. Ada beragam forum, grup media sosial, hingga aktivitas lelang eksklusif yang mempertemukan kolektor, reseller, dan investor.

Di organisasi ini, ada patokan tak tertulis mengenai model apa yang layak dikoleksi, gimana merawat peralatan agar tetap dalam kondisi prima, hingga kapan waktu terbaik untuk menjual kembali koleksi mereka.

Di samping juga ada faktor-faktor lain yang berpengaruh nyata. Rizka Rahma Kusumadewi, Alumnus Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dalam kajiannya berjudul Analisis Faktor yang Mempengaruhi Niat Pembelian Kembali Produk Mewah Merek Louis Vuitton di Jakarta menemukan bahwa variabel hedonisme, materialisme, status sosial, nilai menyolok, nilai keunikan, persepsi harga, dan kualitas produk berpengaruh positif pada niat pembelian kembali produk mewah merek Louis Vuitton.

Dari kajian yang terbit dalam Jurnal Kajian Bisnis Vol 25 No. 2 2017 itu dapat digarisbawahi bahwa kemauan untuk membeli kembali produk mewah dengan didasarkan pada variabel hedonisme, materialisme, status sosial, nilai menyolok, dan lain-lain itulah yang mendorong produk luxury brandmampu menjadi instrumen investasi.


Barang palsu

Seiring berkembangnya pasar ini, ada pula akibat yang takmampu diabaikan. Salah satunya adalah maraknya peralatan tiruan yang semakin susah dibedakan dari yang asli.

Teknologi pembuatan replika semakin maju, dan tanpa skill khusus, susah membedakan antara tas original dan tiruan. Oleh lantaran itu, otentikasi menjadi langkah krusial dalam transaksi peralatan mewah.

Ada jasa otentikasi ahli yang menawarkan verifikasi keaslian dengan metode canggih, termasuk kajian mikroskopis dan pemeriksaan material.

Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah perubahan tren dan selera pasar. Tidak semua peralatan branded mempertahankan daya tariknya. Beberapa model yang dulu diminatimampu kehilangan nilai ketika pasar bergeser ke style yang lebih baru.

Selain itu, kondisi peralatan sangat menentukan nilai jualnya di kemudian hari. Sebuah Birkin yang disimpan dengan baik, komplit dengan boks dan arsip asli,mampu dihargai jauh lebih tinggi dibanding yang sudah sering dipakai.

Dalam banyak kasus, investasi di peralatan branded lebih mirip dengan seni dibanding pasar keuangan. Ia tidak menawarkan likuiditas instan seperti saham, tetapi bagi mereka yang mempunyai kesabaran dan strategi yang tepat, hasilnyamampu sangat menguntungkan.

Pasar ini juga menunjukkan gimana konsumen semakin sadar bakal nilai peralatan yang mereka beli, tidak hanya sebagai konsumsi, tetapi juga sebagai instrumen finansial.

Selain dari sisi untung finansial, ada aspek sosial yang menarik dari kejadian ini. Banyak orang yang masuk ke bumi investasi peralatan branded bukan hanya lantaran mau mendapatkan keuntungan, tetapi juga lantaran ikatan yang mereka bangun dengan komunitas.

Grup kolektor sering kali berbagi tips, pengalaman, dan apalagi membangun jejaring upaya yang lebih luas dari sekadar jual-beli tas. Di dalamnya, ada komponen eksklusivitas yang membikin anggotanya merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.

Tren ini juga mengubah langkah orang memandang peralatan mewah. Jika dulu membeli tas branded hanya dianggap sebagai pemborosan, sekarang banyak orang melihatnya sebagai corak diversifikasi aset.

Ini adalah bukti bahwa bumi investasi semakin berkembang, dan peluangmampu datang dari tempat yang tak terduga, termasuk dari sebuah tas yang disimpan di lemari kaca.

Kolektornya tidak hanya membeli gaya, tetapi juga nilai, eksklusivitas, dan tentu saja, kesempatan untung di masa depan.

Copyright © BERITAJA 2025



Atribusi: AntaraNews.com




Silakan baca konten menarik lainnya dari Beritaja.com di Google News dan Whatsapp Channel!