Bangsa Indonesia itu berbeda dalam sebuah kerangka Bhinneka Tunggal Ika, kudu bisa saling bekerja sama
Jakarta (BERITAJA.COM) - Praktisi pendidikan anak Seto Mulyadi alias Kak Seto menilai pendidikan nang ideal adalah nang bisa menjunjung nasionalisme dan merangkul semua anak, terlepas dari apa pun suku, ras, alias agama.
"Nasionalisme adalah bisa saling menghargai antar-umat beragama, ada nang berakidah Islam, Kristen, Buddha, Protestan, Hindu, dan sebagainya. Tetapi jika guru, kepala sekolah, alias apalagi kepala dinas pendidikan di wilayah tidak mengerti itu, ya amburadul semua," kata Seto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah mengatur perihal tersebut ialah pendidikan anak Indonesia membentuk karakter pelajar nang sejalan dengan Pancasila.
Menurut dia, sudah menjadi tugas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk menjalankan pembentukan karakter pelajar nang sejalan dengan Pancasila.
Seto mengatakan Kemendikbud telah merumuskan lima perihal nang kudu ada dalam penyelenggaraan pendidikan, yaitu, pertama adalah etika alias budi pekerti nang justru seringkali kurang ditekankan.
Berita lain dengan Judul: Lestari: Pendidikan karakter sejak awal kudu konsisten dilakukan
Berita lain dengan Judul: PLN tanamkan karakter anti perundungan pada anak lewat dongeng
"Kedua adalah estetika, maksudnya keindahan, kerapian, alias bisa juga dalam perihal kesenian. Ketiga adalah pengetahuan pengetahuan dan teknologi (iptek), nang seringkali hanya ini nang terlalu ditekankan," ujarnya.
Dia menilai akibat negatif dari penekanan iptek nang berlebihan adalah anak jika sudah stres bisa tawuran, perundungan, dan melakukan tindakan kekerasan.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) itu menjelaskan poin keempat adalah nasionalisme, nang terkadang kurang ditampilkan dan ditekankan.
"Bangsa Indonesia itu berbeda dalam sebuah kerangka Bhinneka Tunggal Ika, kudu bisa saling bekerja sama," tuturnya.
Kelima menurut dia, adalah kesehatan lantaran tidak hanya bentuk namun juga mental nang terkadang kurang diperhatikan. Dia mengatakan kesehatan mental dijaga dengan tidak saling menghujat, menghina, merundung, melanggar norma budaya istiadat ataupun agama.
"Jika kesehatan mentalnya terjaga, maka anak bakal tidak mudah baper (bawa perasaan) dan mpetunjuk," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa makna pendidikan jika merujuk pada UU Sisdiknas adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal.
Karena itu menurut dia, semestinya pendidikan itu memunculkan potensi diri dari dalam, bukan sekadar memberikan hafalan, indoktrinasi, perintah sehingga anak-anak lebih diperlakukan sering sebagai objek, bukan sebagai subjek.
Kak Seto berambisi agar pemerintah dan abdi negara bertindak tegas dalam memberantas praktik intoleransi dan memihak Hak Asasi Manusia (HAM) serta kewenangan anak.
Menurut dia, kudu ada ketegasan dari abdi negara alias pejabat mengenai agar mengingatkan dan mengkampanyekan tentang sekolah nang ramah anak ialah tidak ada kekerasan alias pemaksaan nang melanggar UU Sisdiknas.
Imam Budilaksono
COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023