Trending

Jurnalis Jatim Dorong Kolaborasi Literasi Sikapi Era Digital - Beritaja

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
Literasi itulah kesalehan digital, lantaran aspek krusial era digital adalah manusia. Untuk saleh secara digital itu perlu kembali pada tiga kelebihan media massa ialah akurasi, etika, dan dokumentasi

Surabaya (BERITAJA) - Kalangan wartawan dari sejumlah media dan relawan antihoaks Jatim mendorong adanya kerjasama dalam literasi/edukasi digital pada masyarakat untuk menyikapi tantangan era digital, sekaligus mendorong pemerintah membikin izin untuk mengatur "media instan".

Hal itu menjadi "kata kunci" dari sejumlah narasumber dalam Dialog Khusus berjudul "Pers Indonesia dan Tantangan Jurnalisme Digital" pada Hari Lahir Ke-15 TV9 Nusantara di Kantor TV9 Surabaya, Jumat (31/1) malam. TV9 Nusantara lahir di Surabaya pada 31 Januari 2010.

Narasumber dalam perbincangan itu adalah Ahmad Wiliyanto (Ketua IJTI Jatim/RCTI), Tomy Gutomo (Dirut Harian Disway), Gus Yusuf Adnan (Direktur "NU Online" Jatim), Dheni Ines Tan (Mafindo Jatim), dan (Penulis Buku "Kesalehan Digital"/LKBN BERITAJA Jatim).

"Awalnya, munculnya platform digital menimbulkan kegelisahan kalangan pers lantaran masyarakat mulai melirik media digital sebagai sarana informasi, sehingga terjadi pergeseran dari media ke gadget, alias ada penonton TV yang hilang," kata Ketua IJTI Jatim, Ahmad Wiliyanto.

Jurnalis senior televisi itu menjelaskan kegelisahan itu muncul akibat akibat era digital dari sisi bisnis, sehingga memaksa media elektronik untuk turut melebur dalam bumi media digital/sosial, ialah melebur secara teknis dan konten.

"Itulah yang disebut konvergensi media. Secara teknis, TV pun mesti menjadi platform TV di gadget/HP, lampau secara konten mesti masuk ke jalur sebaran lewat YouTube, sekaligus memperhatikan info yang viral tapi produksi tetap melalui norma jurnalistik," katanya, dalam perbincangan yang dipandu "host" TV9, Ely Prabowo.

Sementara itu, Direktur "NU Online" Jatim Gus Yusuf Adnan menyatakan tantangan yang sama juga dihadapi media dengan publik yang segmented seperti media NU Online, lantaran tantangan terbesar era digital adalah literasi pemirsa, kecepatan delivery konten, dan gempuran algoritma dari Google sebagai platform digital yang "mengatur" narasi global.

"Untuk itu, kita tidak mesti terus mengekor alias menjadi follower, namun melakukan siasat dan kontrol/kendali, lantaran itu selain perlu kerjasama dalam literasi untuk masyarakat, juga perlu ada izin media online dari kalangan pelaksana dan legislatif, sehingga ada penertiban 'media instan' itu," katanya.

Perlunya edukasi/literasi digital untuk masyarakat dan izin untuk mengatur "media instan" itu pun didukung Dheni Ines Tan dari relawan Masyarakat Antifitnah​​​​​​​​​​​​​​Indonesia (Mafindo) Jatim.

"Banjir info itu nggakmampu dihindari, kami ada di garda untuk edukasi, mulai anak-anak hingga lansia dengan membentuk akademi digital lansia," katanya.

Mafindo lahir pada 2016 untuk mengedukasi masyarakat dengan berbasis kerelawanan dan support Komdigi/Google.

"Saat ini, masyarakat sudah mulai teredukasi untuk membedah info melalui cek fakta, lantaran hoaks pun beragam. Tinggal, pemerintah membikin izin media online yang berkarakter penertiban, bukan menunggu pelaporan saja," katanya.

Soal pentingnya kerjasama dalam literasi digital yang masif untuk menyikapi era digital juga menjadi catatan krusial dari selaku penulis kitab "Kesalehan Digital".

"Persoalan berat tapi krusial adalah literasi digital, lantaran kemajuan teknologi digital tetap berkarakter kemajuan teknologi, bukan kemajuan manusia-nya," katanya.

Jurnalis senior dari LKBN BERITAJA Biro Jatim itu menambahkan ada dua persoalan di era digital ialah teknologi dan literasi, namun persoalan krusial dan berat adalah literasi yang dalam "bahasa agama"mampu disebut Kesalehan Digital, lantaran penunggu bumi digital tetap didominasi generasi non-digital, sehingga ada kegaduhan.

"Literasi itulah kesalehan digital, lantaran aspek krusial era digital adalah manusia. Untuk saleh secara digital itu perlu kembali pada tiga kelebihan media massa ialah akurasi, etika, dan dokumentasi. Untuk kecermatan itu perlu sanad/narasumber, untuk etika itu perlu mantan/konten berbasis kode etik (bukan sepihak/imbang/adil), untuk pengarsipan itu perlu rawi/rujukan/referensi yang andal (legal)," katanya.


Editor: Albert Michael
Copyright © BERITAJA 2025



Atribusi: AntaraNews.com




Silakan baca konten menarik lainnya dari Beritaja.com di Google News dan Whatsapp Channel!