Jaksa Agung Minta Jajaran Sosialisasikan Perbedaan Jaksa Dan Hakim - Beritaja
Jakarta (BERITAJA) - Jaksa Agung Sanitiar (St.) Burhanuddin meminta jejeran Kejaksaan RI, terutama bagian intelijen, untuk menyosialisasikan perbedaan jaksa dan pengadil kepada masyarakat.
Burhanuddin di Gedung Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa dirinya mendengar masyarakat menyalahkan jaksa atas kecilnya vonis terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin upaya pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015—2022.
"Jujur, pada beberapa kasus-kasus yang sedikit melukai hati masyarakat, tetapi yang disayangkan (masyarakat menyebut, red.) 'oh jaksanya, jaksanya'," ucapnya.
Padahal, kata dia, vonis terdakwa di pengadilan adalah kewenangan hakim, bukan bagian dari tugas jaksa.
Oleh lantaran itu, Jaksa Agung mengarahankan jejeran untuk menggencarkan sosialisasi mengenai kewenangan jaksa agar tidak ada lagi masyarakat yang kebingungan.
"Artinya, tolong teman-teman jika di daerah, disosialisasikan bahwa yang menuntut adalah jaksa, yang memutus adalah hakim. Tolong teman-teman dari intel sosialisasi tentang kewenangan. Walaupun ini sangat mendasar, 'kan masyarakat tidak tahu," ujarnya.
Baca juga: Jaksa Agung ungkap 8 program kerja prioritas kejaksaan pada 2025
Baca juga: Kejagung bakal bangun sistem pantau tuntutan jaksa
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Nana Mulyana memastikan bahwa jaksa telah melaksanakan tugasnya dalam menuntut terdakwa pada kasus timah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Tadi yang disebutkan kasus timah, 'kan sebenarnya bukan ranah kami. Itu ranah daripada pengadilan yang sudah memutus seperti itu. Kami di kejaksaan tentu telah melakukan tugas-tugas kami dalam konteks investigasi hingga penyelenggaraan tuntutan," ujarnya.
Diketahui bahwa beberapa tersangka dalam kasus korupsi timah divonis lebih ringan dari tuntutan, salah satunya adalah Harvey Moeis.
Terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) divonis pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan, denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara, dan bayar duit pengganti sebesar Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara.
Vonis itu lebih ringan daripada tuntutan JPU, ialah pidana 12 tahun penjara, denda sebesar Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan, dan bayar duit pengganti sebesar Rp210 miliar subsider 6 tahun penjara.
Vonis ringan terhadap Harvey pun memunculkan reaksi pro dan kontra di tengah masyarakat.
Editor: Dedy
Copyright © BERITAJA 2025
anda berada diakhir artikel berita dengan judul: