Jakarta (BERITAJA.COM) - Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor Crude Palm Oil (CPO) terbesar di bumi dengan volume mencapai 25 juta ton pada 2022. Namun demikian, kualitas CPO tetap di bawah standar nan ditandai dengan tingginya kandungan masam lemak bebas di atas lima persen, sehingga ada pemotongan nilai CPO asal Indonesia di pasaran.
Penyebab rendahnya kualitas CPO tersebut adalah penyortiran dan grading tandan buah segar 9TBS) kelapa sawit ketika panen dan di pabrik nan tetap dilakukan dengan inspeksi manual. Sehingga TBS mentah dan nan sudah terlampau matang ikut masuk proses penggilingan.
Grading adalah tindakan mengategorikan hasil pertanian menurut standardisasi nan diinginkan alias penyortiran produk-produk ke dalam satuan alias unit tertentu.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, sejumlah periset nan diketuai Dr Minarni MSc, melakukan pengembangan metode penyortiran TBS berasas tingkat kematangan dengan pencitraan spektral.
“Penyortiran tidak dilakukan secara manual dan tradisional, melainkan dilakukan dengan metode computer vision yang mengandalkan perekaman gambaran TBS oleh kamera digital dan pengolahan citra,” kata Minarni di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dengan metode tersebut maka dapat mengklasifikasikan buah sawit menjadi tiga tingkat kematangan ialah mentah alias kurang matang, matang dan kelewat matang. Kemudian dapat memperkirakan kadar minyak.
Dengan demikian, diharapkan dapat menyelesaikan penentuan nilai TBS per kilogram nan sering menjadi perselisihan antara petani dan pabrik. Sistem itu juga info digunakan untuk memindai buah sawit dengan tingkat kematangan berbeda pada konveyor berjalan.
“Penanganan komiditi pertanian pascapanen merupakan langkah nan sangat penting, khususnya buah dan sayuran,” terang periset dari LPPM Universitas Riau itu.
Produk buah dan sayur perlu pemilahan dan grading untuk menentukan nilai dan kualitas nan memenuhi angan konsumen serta tingkatan mutu produksi . Hal itu merupakan bagian dari pertanian presisi nan merupakan bagian dari industri 4.0.
Hilirisasi
Hasil penelitian tersebut juga mendapatkan respons dari pihak industri. Salah satunya ialah dari PT Puspetindo nan menyatakan minatnya dalam menggunakan teknologi hasil penelitian tersebut.
Hilirisasi hasil riset tersebut juga fasilitasi Asosiasi Inventor Indonesia (AII) nan sukses melakukan hilirisasi 13 teknologi hasil riset kelapa sawit nan dibiayai Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) lewat Program Grand Riset Sawit (GRS) periode 2015-2021.
Berkat keberhasilan itu, AII kembali dipercaya BPDPKS untuk melakukan valuasi dan komersialisasi 49 invensi GRS-BPDPKS periode 2015-2015. Proses valuasi sudah dilakukan sejak Oktober 2022 hingga Oktober 2023.
"Dari 49 invensi, AII menilai ada 19 invensi nan potensial untuk ditindaklanjuti secara mendalam Termasuk technology readiness level (TRL) alias kesiapan teknologinya," kata Ketua Umum AII, Prof Didiek Hadjar Goenadi.
Didiek menyebut ada tujuh dari 13 invensi nan dinilai layak dikomersialisasikan, sukses menggaet investor. Tujuh invensi tersebut telah mendapat letter of intent (LoI) alias surat minat dari pihak industri.
Tujuh invensi itu antara lain teknologi produksi pupuk bio SilAc, teknologi produk makanan dan minuman menggunakan emulsifier mono-diasil gliserol, serta teknologi produksi furfural dan masam levulinat dari biomassa sawit dan teknologi smart machine vision berbasis pencitraan multi-spektral untuk sortasi dan grading tandan buah segar kelapa sawit.
Selain itu, tetap ada invensi mengenai teknologi produksi bioplastik dari TKKS, teknologi sintetis, formulasi dan aplikasi foaming agent dari minyak sawit untuk pemadan kebakaran, dan teknologi lemak calcium sebagai suplemen pakan ternak sapi perah.
"Untuk sisa enam teknologi hasil riset nan telah mencapai TRL dengan nilai sama dengan tujuh, namun belum sukses mendapat surat minat dari industri bakal dimasukkan dalam materi riset nan bakal difasilitasi komersialisasinya pada tahap selanjutnya,” kata dia.
Untuk tahun ini, Didiek menyebut ada 19 penemuan nan dinilai layak dikomersialisasi dan 19 penemuan lain tetap memerlukan kajian mendalam oleh para inventornya, terutama menyangkut kajian tekno ekonomi, efisiensi proses produksi dan juga kesiapan teknologinya. Penemuan nan bakal divaluasi mencakup aspek-aspek lingkungan, seperti pemanfaatan limbah, produk baru berbasis minyak sawit, pascapanen, dan budi daya.
Proses valuasi dilakukan tim mahir AII nan mempunyai kepakaran dalam komoditas kelapa sawit sehingga hasilnya bisa dipercaya. Invensi nan sudah dapat calon mitra pun bakal dikawal AII agar proses komersialisasinya berjalan lancar.
Pihaknya terus berupaya agar hasil penelitian nan dilakukan dapat diadopsi oleh pihak industri. Dengan demikian, hasil-hasil riset tidak hanya sebatas menjadi jurnal, namun dapat dimanfaatkan oleh industri.
Direktur Penyaluran Dana BPDPKS, Zaid Burhan Ibrahim menyebut, biaya nan dikelola lembaganya pada 2023 mencapai Rp5,4 triliun. Dana tersebut bisa bertambah hingga Rp51 triliun seiring dengan meningkatkan ekspor sawit. Sedangkan tahun lalu, biaya nan dikelola sebesar Rp35 triliun.
Anggaran ini berasal pungutan ekspor kelapa sawit itu digunakan untuk peremajaan sawit rakyat, selisih insentif biodisel, pengembangan SDM berupa danasiwa anak petani pekerja sawit. "Dananya bukan untuk perusahaan, tetapi family petani pekerja sawit. Dana peremajaan sawit rakyat diberikan Rp30 juta per hektare, nan mana maksimal empat hektar per orang. Untuk peremajaan itu saja butuh biaya hingga Rp5,4 triliun per tahun,” ucap Zaid.
Dana tersebut digunakan untuk penelitian dan pengembangan kelapa sawit dengan proposal penelitian mencapai 115 per tahun. Jumlah itu hasil seleksi dari 738 proposal usulan.
Kelapa sawit mendapat perhatian besar, lantaran volume ekspornya terbesar di dunia. Oleh lantaran itu, perlu perhatian untuk keberlanjutannya agar kejayaannya tidak redup seperti halnya komoditas cengkeh maupun kakao pada masa lalu.
Slamet Hadi Purnomo
COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023