Jakarta (BERITAJA) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo membujuk para pemangku kepentingan untuk menguatkan sinergi menghadapi gejolak global.
“Mari kita perkuat sinergi untuk melindungi negara, bangsa, dan rakyat dari gejolak global,” katanya dalam aktivitas Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024 di Gedung BI, Jakarta, Jumat.
Di bagian ekonomi, sinergi bauran kebijakan transformasi ekonomi nasional perlu semakin diperkuat, terutama dalam lima area penting. Mulai dari sinergi memperkuat stabilitas makroekonomi dan stabilitas sisi keuangan, sinergi mendorong permintaan domestik (khususnya konsumsi dan investasi), sinergi meningkatkan produktivitas dan kapabilitas ekonomi nasional, sinergi pendalaman finansial untuk pembiayaan perekonomian, serta sinergi digitalisasi sistem pembayaran dan ekonomi finansial digital nasional.
Dia menekankan bahwa stabilitas sangat krusial bagi negara manapun untukmampu tumbuh tinggi. Indonesia sendiri diakui secara internasional sebagai negara dengan disiplin tinggi dalam perihal sinergi memperkuat stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
“Sinergi fiskal dan moneter yang sangat erat perlu semakin kita perkuat ke depan. Dalam pengendalian inflasi, defisit fiskal, stabilisasi rupiah, dalam publikasi SPN (Surat Perbendaharaan Negara) pemerintah dan juga operasi moneter Bank Indonesia, juga efektivitas peraturan DHE-SDA (Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam). Sinergi KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) menjaga stabilitas sisi finansial sekaligus penerapan Undang-Undang P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) dalam pengawasan dan resolusi persoalan lembaga keuangan, pendalaman pasar keuangan, literasi keuangan, dan perlindungan konsumen,” ungkap Perry.
Dalam kesempatan tersebut, dia turut mendorong sinergi permintaan domestik melalui konsumsi yang sangat krusial untuk pertumbuhan ekonomi, khususnya golongan masyarakat bawah dengan perlindungan sosial dan pembuatan lapangan kerja.
Sektor padat karya perlu menjadi prioritas pemerintah, begitu pula dengan hilirisasi pertanian dan perikanan, perumahan (terutama perumahan rakyat), Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), ekonomi kreatif, hingga pariwisata.
“Produktivitas perlu kita naikkan lebih tinggi. Tingginya biaya investasi perlu kita turunkan, mengejar ketertinggalan PMA (Penanaman Modal Asing) dari negara tetangga. Karenanya, modal perlu kita naikkan dengan perbaikan suasana investasi, akselerasi realisasi PMA, dan mendorong sektor padat modal,” ujar Gubernur BI.
Selain itu, kenaikan tenaga kerja perlu didorong dengan pendidikan vokasi, termasuk sertifikasi profesi, dan stimulus di sektor padat karya. Kemudian, produktivitas dikejar dengan prasarana dan rantai pasok nasional beserta global. Digitalisasi ekonomi, sistem pembayaran, jasa keuangan, dan perkantoran jugamampu meningkatkan produktivitas.
“Dengan sinergi kelima kebijakan transformasi ekonomi nasional tersebut, ekonomi Indonesia insyaAllahmampu tumbuh lebih tinggi, stabilitas makro ekonomi terjaga. Kami mendukung 40 proyek pemerintah dalam Astacita yang bakal mendorong kapabilitas dan produktivitas ekonomi nasional ke depan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi melalui peningkatan modal, penyerapan tenaga kerja, dan kenaikan produktivitas,” ucap dia.
Pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS dengan kebijakan America First (kepentingan AS di atas kepentingan global), prospek ekonomi dunia disebut bakal meredup pada tahun 2025 dan 2026.
Perry memaparkan lima karakter yang mencerminkan tanda-tanda ketidakpastian ekonomi dunia.
Pertama yaitu slower and divergent growth, yang berfaedah pertumbuhan ekonomi bumi bakal menurun pada 2025 dan 2026. Ekonomi AS disebut bakal membaik, sementara Tiongkok dan Eropa bakal melambat, serta India dan Indonesia tetap cukup baik.
Kedua adalah penurunan inflasi bumi yang bakal melambat pada dua tahun mendatang akibat gangguan rantai pasok dan perang jual beli (re-emergence of inflation pressure).
Selanjutnya adalah penurunan Fed Funds Rate (FFR) bakal lebih rendah, sementara US Treasury naik tinggi ke 4,7 persen pada 2025 dan 5 persen pada 2026 lantaran defisit fiskal dan utang pemerintah AS yang membengkak.
Kemudian ialah penguatan dolar AS dari 101 ke 107, dan perihal ini bakal mengakibatkan tekanan depresiasi nilai tukar seluruh dunia, termasuk rupiah.
Editor: Mahfud
Copyright © BERITAJA 2024