"Kami sebagai lembaga politik, ya kami bakal tempuh dengan langkah politik untuk menyelesaikan persoalan ini. Misalnya, dengan komunikasi dan pemanggilan OPD maupun pihak kampus melalui hearing di Komisi. Harus ada solusi bersama,"
Surabaya (BERITAJA.COM) - Pimpinan DPRD Kota Surabaya mencarikan solusi atas polemik aset kampung berupa tanah nan digunakan untuk ekspansi kampus di area RW 03 Bakung, Kalirungkut, Kecamatan Rungkut, Kota Pahlawan, Jatim.
Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony di Surabaya, Rabu, mengatakan, aset kampung seluas 899 meter persegi bakal menjadi bagian dari ekspansi rumah sakit pendidikan di salah satu kampus di Surabaya Timur.
"Aset kampung itu berupa balai RW, sekolah PAUD, dan 12 tempat kos," kata dia.
Menurut dia, aset tersebut sudah masuk dalam sistem info manajemen peralatan wilayah (Simbada) Pemerintah Kota Surabaya. Padahal, kata Thony, aset tersebut milik perorangan nan dibeli oleh penduduk kampung.
Mendapati perihal itu, Thony pun meninjau letak nan diadukan tersebut pada Selasa (7/3). Saat aktivitas reses pada 221, Thony sempat meminta Pemkot Surabaya memperbaiki gedung Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) nan sudah tidak layak.
Hanya saja, kata dia, saat itu Pemkot Surabaya menolak lantaran aset tersebut bukan miliknya. Namun, sekarang diakui milik Pemkot Surabaya. "Warga jadi makin bingung," kata Thony.
Ketua RW 03 Asroni dan penduduk menyebutkan, awal mula aset tersebut adalah lahan milik Suwarno, kemudian dibeli oleh penduduk kampung. Kemudian dijadikan Balai RW, hingga berkembang dijadikan sekolah TK, PAUD, juga kos-kosan. Hasilnya, untuk kas kampung.
Bangunan tersebut didirikan juga atas urunan dan patungan warga. Warga kampung mengaku tidak tahu jika aset mereka masuk sebagai aset pengelolaan Pemkot Surabaya. Atas persoalan itu, Thony pun siap mendampingi penduduk untuk mengawal polemik aset kampung mereka.
Pimpinan DPRD ini sudah menanyakan langsung ke organisasi perangkat wilayah (OPD) terkait. Namun OPD tersebut menyarankan untuk dilakukan gugatan ke pengadilan. Namun, Thony bakal memilih jalur koordinasi dan komunikasi politik ke Pemkot.
"Kami sebagai lembaga politik, ya kami bakal tempuh dengan langkah politik untuk menyelesaikan persoalan ini. Misalnya, dengan komunikasi dan pemanggilan OPD maupun pihak kampus melalui hearing di Komisi. Harus ada solusi bersama," ujar Thony.
Berdasarkan info nan diterima Thony, saat ini pihak kampus sudah mendekati Pemkot untuk menyewa lahan itu senilai Rp81 juta selama 5 tahun. "Ini patut disayangkan," kata politisi Gerindra ini.
Warga jauh sebelumnya pernah melakukan koordinasi dan pembicaraan dengan pihak kampus. Muncul wacana bakal ditukar guling dan diganti rugi. Balai RW dan lainnya bakal diganti rugi senilai Rp4,3 miliar. Namun rencana itu tidak ada tindak lanjut.
"Warga saat ini resah, lantaran menduga dengan sewa itu nantinya bakal digusur. Apalagi saat ini Satpol PP mendatangi letak aset. Warga bisa terintimidasi," ujar Thony.
Thony menyayangkan masuknya aset kampung Kampung Bakung menjadi aset Pemkot Surabaya.
Hal ini menjadi polemik lantaran aset hasil urunan penduduk nan dijadikan aset Pemkot Surabaya itu dilakukan tanpa sepengetahuan penduduk dan RW.
"Kepentingan kampus jangan sampai menimbulkan penderitaan warga. Karena selama ini penduduk membangun untuk kemaslahatan dan kesejahteraan bersama. Ada kos-kosan dan gedung sarana pendidikan, nan hasilnya untuk kas kampung," kata Thony.
Polemik makin meluas lantaran pihak kampus malah mendekati Pemkot Surabaya dengan tujuan bakal menyewa ke Pemkot terhadap aset penduduk di Bakung tersebut. Menurut Thony, langkah pihak kampus itu justru bakal membenturkan penduduk Bakung dengan Pemkot.
"Kami rasa Pak Wali Kota (Eri Cahyadi) punya nurani untuk memihak masyarakat daripada kepentingan lainnya. Pak Wali pasti bakal lebih bijak menyikapi kepentingan warga," kata dia.
Sementara itu, Ketua RW 3 Bakung Asroni menyebut, bahwa komitmen dengan kampus adalah tukar guling senilai Rp4,3 miliar.
Komitmen ini dituangkan sekitar tahun 2017-2018. Pihak kampus berkomitmen bahwa masalah ini tidak usah diselesaikan di kelurahan, cukup dengan warga. Namun, pihak kampus malah membawanya ke kelurahan.
Akibatnya, penduduk oleh pihak kelurahan dianggap beriktikad menggelapkan aset. "Kami minta menunjukkan sertifikat aset nan diklaim Pemkot. Tapi kami tidak ditunjukkan, dan malah diintimidasi. Setelah pertemuan itu, kami dan Pak Ridwan selaku RW lama tak ditunjukkan utuh kitab induk," kata Asroni.
Bahkan, kata dia, pihaknya juga beberapa kali mendapatkan surat peringatan dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Surabaya. Peringatan untuk pengosongan aset itu juga dilakukan untuk kediaman kos-kosan.
"Jadi, kami diberikan opsi diminta dikosongkan sendiri alias dikosongkan oleh Satpol PP," katanya.
COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023