Desa Arakan Merawat Dugong Dengan Kearifan Lokal - Beritaja
Manado (BERITAJA) - Perairan Desa Arakan, Kecamatan Tatapaan, Kabupaten Minahasa Selatan menjadi salah satu tempat hidup dan berkembang biak dugong (Dugong dugon), mamalia laut yang dilindungi.
Desa Arakan adalah satu dari beberapa desa di Kawasan Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara, bagian selatan, seperti Desa Rap-Rap, Sondaken, Pungkol, Popareng dan Wawontulap (Kecamatan Tatapaan), serta Desa Poopo, Teling, Kumu, Pinasungkulan di Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa.
Populasi dugong di sana tetap terjaga lantaran kearifan lokal yang tetap tumbuh turun-temurun. Satu yang dipercayai masyarakat setempat, menyantap dugong dapat menyebabkan hilangnya ikan teri yang di perairan Desa Arakan.
"Tak jauh dari perkampungan Desa Arakan ada kolam dugong. Setiap hari mampu dijumpai beberapa ekor dugong bermain di kolam itu," kata Syamsudin Bugis, 63 tahun, penduduk Arakan.
Cerita soal dugong yang saban hari muncul di perairan Arakan sudah didengarnya sejak berumur muda.
"Kami juga pernah memelihara dua ekor dugong, tapi pada akhirnya dilepaskan. Di sini menjadi salah satu kediaman dugong dengan populasi yang cukup banyak," katanya.
Perairan Arakan menjadi salah satu kediaman hewan menyusui tersebut lantaran menyediakan lamun yang melimpah sebagai sumber makanan.
"Tak sekadar makan, dugong juga kawin di perairan ini," ujarnya.
Dari sejumlah cerita masyarakat, kearifan lokal yang dipercayai turun-temurun menjadi tembok utama sehingga populasi dugong tetap memperkuat hingga saat ini.
Diyakini oleh masyarakat setempat, saat ikan teri masuk wilayah perairan Arakan, maka sekumpulan dugong bakal ikut juga dalam golongan tersebut.
Ada cerita bahwa kearifan lokal itu tumbuh berkah ada kesadaran bahwa keberadaan dugong ada kaitannya dengan berlimpahnya ikan teri di peraian itu. Ikan teri itu merupakan objek buruan masyarakat, terutama para wanita nelayan di wilayah itu.
Dulu, ada masyarakat yang menangkap dan mengkonsumsi dugong. Tak lama kemudian, golongan dalam jumlah besar ikan teri menghilang alias lari.
Awalnya perihal itu dianggap biasa. Tapi setelah beberapa kali kejadian, orang-orang tua kemudian mempelajari bahwa hilangnya teri ada kaitannya dengan banyaknya dugong yang ditangkap. Lalu, tua-tua budaya di kampung membujuk masyarakat jangan lagi menyantap daging dugong.
"Mungkin dugong itu adalah rajanya saat bersama-sama dalam sekumpulan besar ikan teri. Kalau rajanya sudah tidak ada, ikan teri menghilang. Mungkin satu kerajaan," kata Syamsudin.
Kearifan lokal tidak mengkonsumsi daging dugong kemudian terbukti tidak hanya mempunyai makna menjaga kelestarian dugong semata. Tapi pesan yang besarnya adalah kaum wanita nelayan seperti mendapatkan panen besar saat musim ikan putih tiba.
Kearifan lokal itu memperkuat sampai saat ini. Saat mengambil ikan teri terlihat juga ada tiga alias empat ekor dugong di pinggir golongan teri. Nelayan apalagi segera menyingkirkan jala jika ada dugong yang melintas agar tidak terjerat.
Bagi Syamsudin, yang sudah lebih 40 tahun melaut, ada kemauan besar agar upaya menjaga populasi dugong dituangkan dalam sebuah peraturan desa yang mengikat.
Jangan lupa menjaga bakau
Ismail Husen, penduduk setempat mengatakan, menjaga kediaman dan populasi dugong juga tidak mampu dipisahkan dari baik buruknya kondisi bakau yang ada di sekitarnya.
"Kalau ekosistem bakau terjaga, maka itu bakal menyangga perairan yang ada di sekitar, termasuk kediaman dugong," kata Koordinator Bidang Publikasi dan Kampanye Yayasan Swara Parangpuan Ismail Husen.
Mae, begitu laki-laki tersebut disapa, sudah sejak tahun 1996 menjadi aktivis lingkungan yang terus mengkampanyekan pelestarian bakau berspektif kelamin di beberapa desa sekitar termasuk Arakan.
Khusus materi pelestarian bakau, kata dia, biasanya dimasukkan dalam muatan lokal. Sesekali siswa juga diajak memandang ekosistem bakau untuk mengenal jenis dan manfaatnya.
"Guru juga kadang meminta kami melengkapi materi ajar mengenai dengan bakau," katanya.
Ismail mengatakan, terjaganya rimba bakau yang ada di Arakan, ikut mendukung pelestarian satwa Dugong yang ada di perairan tersebut.
Apabila ekosistem bakau rusak, maka ikut mempengaruhi kesiapan makanan dugong yang berasal dari lamun.
"Karena itu, kami terus melakukan edukasi kepada anak sekolah agar pemahaman mereka menjaga kelestarian lingkungan semakin terasah," katanya.
Dia berharap, edukasi pelestarian lingkungan menjaga mangrove maupun dugong bakal memunculkan semakin banyak remaja yang mampu menjadi tutor sebaya bagi anak seusianya.
Mae menambahkan, kehadiran dugong menjadi daya tarik bagi visitor mancanegara untuk datang ke Desa Arakan dan menghabiskan waktu beberapa hari tinggal di rumah penduduk.
"Kalau mereka mau memandang dugong, biasanya menyewa beberapa perahu nelayan. Mereka sangat menikmatinya," katanya
Dia menyebutkan, sebelum pandemi COVID-19 setiap bulannya ada sepuluh hingga belasan turis yang datang memandang dugong. Warga mendapatkan faedah dari kunjungan visitor tersebut meskipun kecil.
"Jadi ada penduduk yang menyediakan makanan, ada juga rumah penduduk yang dipergunakan untuk menginap, beberapa apalagi menggunakan perahu nelayan. Bahkan ketika mereka pulang, mereka membeli ikan asin dan ikan teri," sebagaimana disebutkan menambahkan.
Dia berharap, kunjungan visitor mampu meningkat seiring dengan perbaikan akomodasi penginapan di rumah penduduk yang semakin memadai.
Menjaga populasi dugong dengan kearifan lokal di Desa Arakan juga diapresiasi Kepala Balai Taman Nasional Bunaken Faat Rudhianto.
Menurut Faat, dugong menjadi salah satu jenis yang dilindungi yang mampu menjadi daya tarik visitor dan kekhasan Taman Nasional Bunaken.
"Dari sisi kesadaran penduduk menjaga kelestarian dugong, patut diapresiasi. Apabila ada dugong yang tersangkut di jala alias perangkat tangkap nelayan, mereka bakal melepaskan kembali. Kami salut," ujarnya.
Editor: Hany
Copyright © BERITAJA 2025
anda berada diakhir artikel berita dengan judul: